Rabu, 03 Januari 2024

Khutbah Jum’at 1 : Menggapai Kebahagiaan Sejati


Khutbah Jum’at 1 (5 Januari 2023 M/23 Jumadil Akhir 1445 H)

Menggapai Kebahagiaan Sejati

Oleh : Ustaz Muhammad Taufiq, SH.M.Ag

Hadirin Jama’ah Jum’at yang dimuliakan Allah,.

Puji dan syukur marilah senantiasa kita haturkan kepada Allah Jalla wa ‘Azza, atas berkat limpahan rahmat dan karunianya kita masih dapat menikmati kesempatan yang diberikan dalam upaya menjadi hamba yang terbaik. 

Shalawat dan salam tak henti-hentinya kita hadiahkan kepada junjungan alam, Baginda Rasulullah saw,. yang hadirnya membuka segala pintu pintu kebaikan yang sebelumnya terkunci rapat, dan mencintainya dapat diungkapkan dengan shalawat, semoga kita semua beroleh berkah dan syafa’at. 

Hadirin Jama’ah Jum’at yang dimuliakan Allah..

Adapun judul khutbah yang akan khatib sampaikan pada kesempatan yang mulia ini, ialah “Menggapai Kebagagiaan Sejati”. 

Hadirin.. 

Kebahagian adalah sebuah ungkapan perasaan gembira yang terbit dari dalam hati setiap orang. Kebahagiaan akan memberi bekas pada pribadi seseorang sehingga ia mendapati kepuasan zahir dan batin, kelapangan dan kemudahan lainnya. Tentu sudah dapat kita pastikan bahwa setiap orang ingin merasakan kebahagiaan, dan dalam upaya memperolehnya ada berbagai cara yang ditempuh, kadangkala jalan yang direstui syari’at dan tidak sedikit pula orang yang menempuh jalan yang melenceng dari garis pedoman syari’at. 

Hadirin… 

Agar kebahagiaan yang kita idam-idamkan sesuai dengan tuntunan syari’at, marilah kita memulai pembahasan tentang konsep kebahagiaan ini dari apa yang dinyatakan didalam Al-Qur’an. didalam al-Qur’an surat al-Zariyat ayat 56 Allah berfirman : 

وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk menyembah aku”

Ayat ke 56 dari surat al-Zariyat ini adalah rel kehidupan. betapa tidak, dalam ayat ini diungkapkan dengan jelas tujuan manusia diciptakan. artinya, bila manusia berjalan diatas rel ini dan menuju tujuan akhir tanpa melenceng sedikitpun maka pasti ia akan selamat di dunia dan akhirat, keselamatan itu berarti keberhasilan mencapai tujuan, dan buah dari pencapaian itulah yang kita sebut dengan kebahagiaan. 

Hadirin, 

Penghambaan kepada Allah itu diwujudkan dengan amal shalih, dan kita tidak akan mengetahui apa itu amal shalih dan cara melaksanakannya tanpa ilmu pengetahuan. oleh karenanya tahapan awal untuk menggapai kebahagiaan sejati adalah dengan menuntut ilmu. Bagaimana kita mengetahui tata cara ibadah, mu’amalah dan pedoman aktifitas penghambaan lainnya tanpa ilmu pengetahuan. sehingga sangat wajar bila Nabi Saw mendorong dengan sangat serius agar ummatnya serius dalam menuntut ilmu pegetahuan. dalam hal ini Rasulullah bersabda :

 عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

Dari Anas Ibn Malik, ia berkata : Rasulullah Saw telah bersabda “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim” (HR. Ibnu Majah No. 220)

Lebih lanjut diungkapkan didalam sebuah riwayat : 

من اراد الدنيا فعليه بالعلم ومن اراد الآخرة فعليه بالعلم ومن اراد هما فعليه بالعلم

“Siapa yang menginginkan dunia maka hendaklah dengan ilmu, dan siapa yang menginginkan akhirat maka hendaklah dengan ilmu, dan siapa yang menginginkan keduanya maka hendaklah dengan ilmu”. 

Cukuplah kedua riwayat ini menjadi motivasi bagi kita untuk dapat memahami bahwa menuntut ilmu itu sangat penting. 

Hadirin… 

Tentu ilmu yang kita pelajari akan lebih besar manfa’atnya jika diamalkan. sungguh terlalu rugi orang yang memiliki ilmu namun tidak mau mengamalkannya. maka tahapan kedua yang harus dilaksanakan untuk mencapai kebahagiaan sejati adalah dengan mengamalkan ilmu pengetahuan. mengamalkan ilmu pengetahuan secara keseluruhan tentulah sulit dilakukan, apalagi dizaman sekarang ini. namun paling tidak jangan sampai tidak sedikitpun dari ilmu pengetahuan yang kita miliki tidak diamalkan, maka amalkanlah sedikit demi sedikit dan dilaksanakan dilaksanakan secara berkelanjutan. hal ini sebagaimana sabda Rasulullah : 

عن عائشة ام المؤمنين رضي الله عنها قالت قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : أَحَبُّ الأعمالِ إلى اللهِ أدْومُها و إن قَلَّ.. (اخرجه البخاري رقم ٦٤٦٥)

Dari Sy. ‘Aisyah r.a berkata : “Sebaik-baik amal disisi Allah ialah yang berkesinambungan, meskipun sedikit”. (HR. Al Bukhari No. 6465)

Hadirin…

Tentu kita mengetahui keutamaan shalat berjama’ah di masjid, misalnya fadhilah 27 derajat lebih tinggi dibandingkan shalat sendirian, maka hendaklah kita mulai dari diri sendiri untuk ikut serta dalam melaksanakan shalat jama’ah itu, mulai dari 1 waktu, kemudian ditambah menjadi 2 hingga bisa berlanjut lima waktu berjama’ah. 

Hadirin… 

Orang yang berilmu akan terdorong untuk beramal, dan beramal dengan ilmu akan menghasilkan istiqamah, dan istiqamah akan membentuk karakter seseorang, dan inilah kunci kebahagiaan sejati yang ketiga.

Amal shalih yang dilaksanakan dengan ilmu dan istiqamah akan menghasilkan perasaan senang didalam hati pelakunya. Misalnya orang yang biasa shalat berjama’ah dimasjid setiap awal waktu akan merasakan kepuasan tersendiri bila sudah melaksanakannya dengan sempurna, dan bila suatu ketika tertinggal akan menghasilkan rasa bersalah. Kita yang biasa mengamalkan zikir kalimat thayyibah 100 kali dalam sehari akan merasa senang dan bahagian bila zikir tersebut sudah dilaksanakan. dan kebiasaan yang diistiqamahkan ini akan menjadi karakter seseorang, yakni karakter orang berilmu, beramal dan istiqamah. 

Hadirin, 

Memang untuk mendapatkan predikat istiqamah itu tidaklah mudah. para ulama mengatakan bahwa minimal waktu yang dibutuhkan untuk belajar istiqamah itu ialah 40 hari, adapula yang lebih dari itu. Tentu untuk mendapatkan predikat istiqamah itu kita harus berjibaku melawan hawa nafsu yang mendorong kita untuk berleha-leha dalam amal. Tidak sedikit juga orang yang merasa bosan dalam melaksanakan suatu amalan. agaknya kita harus hati hati dengan rasa bosan ini, sebab dikatakan dalam sebuah riwayat :

من عمل عملا، ثم تركه ملالة، مقته الله…

“Barang siapa yang mengamalkan suatu amalan, kemudian meninggalkannya karena bosan, maka Allah Membencinya”.

Tentu kita harus sangat berhati-hati terhadap ancaman ini. 

Hadirin… 

Agar kita tidak merasa bosan dalam melaksanakan suatu amalan menuju istiqamah, maka penting bagi kita untuk belajar memahami bahwa ilmu yang kita peroleh adalah karunia Allah, kita tuangkan ilmu itu dalam bentuk amal juga adalah berkat karunia Allah, sehingga kita melaksanakan amalan tersebut dengan dipenuhi kesadaran bahwa kita ini hanya diberi kesempatan oleh Allah, pada fase ini kita akan menyadari bahwa semua amal yang kita kerjakan semata dilakukan karena Allah, dan orientasi utamanya adalah Allah Swt,. 

Hadirin, 

Apabila kita dapat merasakan hal ini, maka tidak ada lagi daya dan upaya melainkan atas izin Allah, dan prinsip ini akan menghasilkan sikap ikhlas dalam beramal. Masya’allah, sungguh bahagia orang yang berilmu, lalu diberi kesempatan beramal dengan istiqamah, hingga berbuah ikhlas dan ridha kepada Allah, sampai pada tahapan ini telah diperolehnya perwujudan firman Allah dalam Qs.Al-Zariyat ayat 56 diatas, yakni hidupnya semata-mata digunakan untuk penghambaan maksimal kepada Allah. inilah hakikat kebahagiaan sejati. 

Hadirin, 

Sebagai penutup dari khutbah yang singkat ini, marilah kita bermohon kepada Allah, agar kita diberi karunia berupa ilmu yang dapat diwujudkan dalam amal, ditambahi pula dengan istiqamah hingga berbuah penghambaan yang ikhlas semata karena allah, dan ridho kepada Allah. Amin ya Rabbal

 ‘Alamin. 

Download disini


Judul Selanjutnya : *Kabar Gembira Untuk Orang Beriman*

Jumat, 03 April 2020

JANGAN MARAH

الحَمْدُ للهِ، الحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِالْإِحْسَانِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، خَالِقُ اللَّيَالِيْ وَالأَيَّامِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَمَوْلَانَا محمَّدٍ سَيِّدُ العَرَبِ وَالعَجَمِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الزِّحَامِ. أمَّا بَعْدُ
فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ، أُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قال الله تعالى فى كتابه الكريم، بسم الله الرحمن الرحيم، وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ، الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ. عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَوْصِنِي، قَالَ: «لاَ تَغْضَبْ» فَرَدَّدَ مِرَارًا، قَالَ: «لاَ تَغْضَبْ» رواه البخاري

Ma’asyiral hadirin, jamaah Jumat, hafidhakumullah, Pada kesempatan yang mulia ini, di tempat yang mulia ini, kami berwasiat kepada pribadi kami sendiri dan juga kepada para hadirin sekalian, marilah kita senantiasa meningkatkan takwa kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan selalu berusaha melaksanakan perintah-perintah-Nya serta menjauhi larangan-larangan-Nya.
Semoga usaha takwa kita bisa menjadikan sebab kita kelak pada waktu dipanggil Allah subhanahu wa ta’ala, kita meninggalkan dunia ini dalam keadaan husnul khatimah, amin ya Rabbal Alamin. Hadirin, hafidhakumullah, Dalam menjalani kehidupan di dunia ini, terkadang kita mendapatkan kenikmatan yang bisa membuat kita bahagia.
 Kita biasa menyambutkan dengan suka cita, bahagia, dan tertawa. Namun bisa jadi terkadang kita mendapatkan hal yang tidak melegakan hati kita. Cara masing-masing orang dalam menyikapi hal yang kurang menggembirakan, berbeda-beda. Ada yang bisa menyikapinya dengan sabar, menyelesaikannya dengan pelan-pelan. Ada pula yang seketika itu terpantik emosinya, kemudian marah-marah.
 Dalam sebuah hadits shahih Bukhari yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radliyallahu anh disebutkan:
 أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَوْصِنِي
Ada seorang laki-laki yang berkata kepada Nabi Muhammad . “Ya Nabi, berikan kami nasihat!” Lalu kata Nabi menasihatinya: لاَ تَغْضَبْ “Jangan marah!”
Mungkin merasa sangat simpel pesan yang diberikan, lelaki ini bertanya lagi sampai berulang sampai tiga kali. Nabi selalu menjawab dengan konsisten sebagaimana jawaban yang pertama: لاَ تَغْضَبْ “Jangan marah!” (HR. Bukhari)
 Tentang hadits ini, ulama berbeda pendapat. Sebagian dari mereka memberikan alasan kenapa Rasulullah sampai berpesan kepada orang tersebut dengan kalimat “jangan marah!” sampai tiga kali, yakni karena memang sahabat yang bertanya itu adalah orang yang tempramental, seringkali marah.
Sebagian ulama menjelaskan, kemuliaan seseorang akan tetap terjaga apabila ia bisa mengontrol emosi marahnya. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Bathal mengatakan bahwa mengontrol emosi diri sendiri itu lebih berat daripada mengontrol musuh. Menurut sebagian ulama, Allah membuat “marah” dari api. Apabila orang tersulut emosinya, api kemarahan akan membara.
Api tersebut meletup sehingga darah yang ada di mata dan muka menjadi tampak memerah. Kulit luar akan menampakkan apa yang ada di belakangnya. Tidak bisa dibohongi, jika ada orang yang marah, kulitnya akan menceritakan hal tersebut dengan sendirinya.
Apabila orang yang sedang emosi tersebut bisa menahan emosinya sehingga meletup, dapat diredamkan, meletup lagi, diredamkan lagi, yang akan terjadi adalah kulit akan berubah dari kuning ke merah, dan bolak-balik seperti itu, jadinya kulit menjadi tampak pucat sehingga jika ada orang yang sedang marah, lalu ia bercermin, melihat dirinya sendiri, ia akan malu karena saking buruknya ekspresi dan sebab perubahan aura wajahnya.
Hal ini baru sebatas keburukan yang tampak lahiriah. Efek marah pada jiwa seseorang adalah bisa menimbulkan kedengkian di dalam sanubari, rasa iri dalam hati, menyimpan perasaan buruk atas fenomena keadaan yang tidak sesuai dengan harapannya. Selain itu, efeknya secara lahiriyah banyak terjadi hal-hal yang fatal dimulai dari apa? Dari kemarahan.
Adanya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) pasti dimulai dari kemarahan. Rumah tangga yang suaminya penyabar, istrinya penyabar, selalu menyelesaikan masalah dengan musyawarah, mufakat, tidak akan mengenal kamus KDRT dalam rumah tangga mereka. Ada seseorang berani menghabisii nyawa orang lain, dimulai dari kemarahan. Siswa sekolah, kemudian tawuran, orang demontrasi di jalanan yang mengakibatkan kekacauan lingkungan, semuanya dimulai dari kemarahan. Orang marah akan jauh dengan orang-orang yang ada di sekitarnya.
Kenapa doa-doa yang dipanjatkan di sepertiga malam dinamakan munajat? Munajat artinya berbisik-bisik. Berbisik-bisik lebih identik dengan sebuah kedekatan yang intens. Lebih intens dari orang berbicara biasa. Berbeda dengan orang marah. Orang yang sedang marah, walaupun yang dimarahi hanya berjarak satu meter, namun nada bicaranya tinggi, matanya melotot seperti orang yang sedang berbicara dengan jarak 100 meter.
Kenapa seperti itu? Sebab walaupun dekat secara raga, namun jauh secara ruh. Marah bisa memecah jarak itu menjadi terbentang jauh. Rasulullah bersabda:
لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ، إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الغَضَبِ
Artinya: “Orang kuat bukanlah orang yang pandai bergulat. Namun orang yang kuat adalah yang bisa mengontrol pribadinya ketika marah.” (HR Bukhari)
Dalam hadits lain:
 إِنَّ خَيْرَ الرِّجَالِ مَنْ كَانَ بَطِيءَ الْغَضَبِ سَرِيعَ الرِّضَا وَشَرِّ الرِّجَالِ مَنْ كَانَ سَرِيعَ الْغَضَبِ بَطِيءَ الرِّضَا
Artinya: “Sesungguhnya, sebaik-baik orang adalah orang yang lambat meletup emosinya dan cepat meridlai, sedangkan seburuk-buruk orang adalah orang yang cepat marah dan lambat meridlai.” (HR. Ahmad).
 Hadirin, hafidhakumullah, Di antara usaha kita untuk mengontrol emosi kita supaya tidak mudah marah, ada beberapa tips sebagai berikut: Pertama, membaca ta’awudz. Hal ini sebagaimana dalam hadits Nabi yang diceritakan oleh Sulaiman Shurad:
 اسْتَبَّ رَجُلاَنِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ عِنْدَهُ جُلُوسٌ، وَأَحَدُهُمَا يَسُبُّ صَاحِبَهُ، مُغْضَبًا قَدِ احْمَرَّ وَجْهُهُ،
Ada dua laki-laki di samping Nabi sedangkan kita sedang duduk-duduk. Salah satu di antara mereka mencaci temannya, marah, wajahnya memerah
. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِنِّي لَأَعْلَمُ كَلِمَةً، لَوْ قَالَهَا لَذَهَبَ عَنْهُ مَا يَجِدُ، لَوْ قَالَ: أَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
" Kemudian Nabi bersabda
“Sesungguhnya aku ini mengetahui ada sebuah kalimat yang jika dibaca, kemarahan itu akan hilang yaitu jika dia membaca “a’ûdzu billâhi minas syaithânir rajîm” (HR. Bukhari)
Kedua, berwudhu. Rasulullah
 إِنَّ الْغَضَبَ مِنَ الشَّيْطَانِ وَإِنَّ الشَّيْطَانَ خُلِقَ مِنَ النَّارِ وَإِنَّمَا تُطْفَأُ النَّارُ بِالْمَاءِ فَإِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَّأْ
Artinya: “Kemarahan itu dari setan, sedangkan setan terbuat dari api. Api hanya bisa padam dengan air. Jika di antara kalian marah, berwuduulah.” (HR. Ahmad, Abu Dawud).
 Ketiga, Duduk.
Dalam sebuah hadits, Rasul bersabda:
إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ فَإِنْ ذَهَبَ عَنْهُ الْغَضَبُ وَإِلَّا فَلْيَضْطَجِعْ
Artinya: “Apabila di antara kalian ada yang marah dalam keadaan berdiri, duduklah!. Jika marah tidak bisa hilang, Bertidur miringlah!.” (HR. Ahmad, Abu Dawud) Keempat, Diam.
 عَلِّمُوا وَيَسِّرُوا وَلَا تُعَسِّرُوا
Artinya: “Mengajarlah kalian, berikan kemudahan, jangan mempersulit masalah.
 وَإِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْكُتْ
Jika di antara kalian ada yang marah, maka diamlah.” (HR. Ahmad).
elima, bersujud yang berarti shalat sunnah minimal dua rakaat. Dalam sebuah hadits:
 أَلَا وَإِنَّ الْغَضَبَ جَمْرَةٌ فِي قَلْبِ ابْنِ آدَمَ أَمَا رَأَيْتُمْ إِلَى حُمْرَةِ عَيْنَيْهِ وَانْتِفَاخِ أَوْدَاجِهِ.
Artinya: “Ingatlah, sesungguhnya marah itu bara api dalam hati anak Adam. Tidakkah engkau melihat merahnya kedua matanya dan tegangnya urat darah di lehernya?
 فَمَنْ أَحَسَّ بِشَيْءٍ مِنْ ذَلِكَ فَلْيَلْصَقْ بِالْأَرْضِ
Barangsiapa yang mendapati hal tersebut, hendaklah ia menempelkan pipinya dengan tanah (sujud).”(HR. Tirmidzi)
Hadirin, hafidhakumullah, Kita perlu ingat, beginilah hidup di dunia ini. Tidak selalu sesaui dengan bayang dan ciita-cita kita. Keadaan akan sesuai dengan keinginan perlu sedikit menunggu saat di surga. Kewajiban kita di dunia ini berusaha sekuat tenaga untuk menjadi orang-orang yang bertakwa. Orang yang bertakwa dicirikan dalam Al-Quran sebagai berikut:

 الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

Artinya: (Orang-orang yang bertakwa yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Jelas, di antara ciri-ciri di atas adalah orang yang menahan amarahnya.
Melalui penjelasan khutbah di atas, semoga kita dituntun oleh Allah sehingga kita bisa menahan amarah, tidak suka marah dan menjadi orang yang penyabar. Harapan kita, kelak, dengan menahan amarah ini, semoga kita akan meninggalkan dunia ini dengan husnul khatimah, amin.

 بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَجَعَلَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاِت وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. إِنَّهُ هُوَ البَرُّ التَّوَّابُ الرَّؤُوْفُ الرَّحِيْمُ. أعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجِيْم، بسم الله الرحمن الرحيم. وَالْعَصْرِ (١) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (٢) إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (٣) ـ وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرّاحِمِيْنَ ـ
Khutbah II
 اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِي إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا أَمَّا بَعْدُ، فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ، اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِينْ، وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَائَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَأَعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنِ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خَآصَّةً وَعَنْ سَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَالْمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

4 PERTANYAAN

اَلْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ وَفَّقَ مَنْ شَاءَ مِنْ خَلْقِهِ بِفَضْلِهِ وَكَرَمِهِ، وَخَذَلَ مَنْ شَاءَ مِنْ خَلْقِهِ بِمَشِيْئَتِهِ وَعَدْلِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَلَا شَبِيْهَ وَلَا مِثْلَ وَلَا نِدَّ لَهُ، وَلَا حَدَّ وَلَا جُثَّةَ وَلَا أَعْضَاءَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيْبَنَا وَعَظِيْمَنَا وَقَائِدَنَا وَقُرَّةَ أَعْيُنِنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ،وَصَفِيُّهُ وَحَبِيْبُهُ. اَللهم صَلِّ وَسَلَّمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاهُ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إَلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ.
أَمَّابَعْدُ، فَإِنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ الْقَائِلِ فِيْ مُحْكَمِ كِتَابِهِ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (سورة الحشر: ١٨
مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِيْنَ حَفِظَكُمُ اللهُ
Hari berganti hari. Bulan berganti bulan. Tahun berganti tahun. Tidak terasa, kita sekarang sudah berada di awal tahun. Waktu berjalan terasa sangat cepat. Jatah umur kita semakin menipis. Ajal kita semakin dekat. Maut ibarat pedang terhunus yang setiap saat bisa saja menebas batang leher kita. Kita tidak tahu kapan kita meninggalkan dunia yang fana’ ini. Kita juga tidak tahu di mana kita akan mengakhiri hayat kita.
Jamaah Jumat حَفِظَكُمُ الله
Dalam aqidah Ahlussunnah wal Jamaah, para ulama mengajarkan kepada kita bahwa yang mengalami pergantian waktu, peredaran masa, dan perubahan zaman adalah makhluk. Sedangkan Allah ta’ala tidak berlaku bagi-Nya peredaran masa, karena Dia ada tanpa permulaan dan ada tanpa akhir serta Mahasuci dari segala sifat perubahan. Imam Abu Manshur al-Baghdadi mengatakan dalam al-Farq bain al-Firaq:
 وَأَجْمَعُوْا عَلَى أَنَّ اللهَ تَعَالَى لَايَحْوِيْهِ مَكَانٌ وَلَا يَجْرِيْ عَلَيْهِ زَمَانٌ
Maknanya:“Golongan Ahlussunnah sepakat menyatakan bahwa Allah tidak diliputi tempat dan tidak dilalui oleh peredaran masa.”

Jamaah Jumat حَفِظَكُمُ الله
Dalam kesempatan khutbah di awal tahun kali ini, khatib akan mengajak kita semua untuk bermuhasabah dan merenungkan sabda Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

لَا تَزُوْلُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أَرْبَعٍ عَنْ عُمُرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ جَسَدِهِ فِيْمَا أَبْلَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ مَاذَا عَمِلَ فِيْهِ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَا أَنْفَقَهُ (رَوَاهُ ابْنُ حِبَّانَ وَالتِّرْمِذِيُّ)
“Kedua kaki seorang hamba tidaklah beranjak dari tempat hisabnya pada hari kiamat hingga ia ditanya mengenai empat hal: (1) umurnya, untuk apakah ia habiskan, (2) jasadnya, untuk apakah ia gunakan, (3) ilmunya, apakah telah ia amalkan, (4) hartanya, dari mana ia peroleh dan dalam hal apa ia belanjakan” (HR Ibnu Hibban dan at-Tirmidzi).

Jamaah Jumat حَفِظَكُمُ الله
Perkara pertama yang akan kita pertanggungjawabkan pada hari kiamat kelak adalah umur kita. Sejak kita menginjak usia baligh, seluruh apa yang kita yakini, kita ucapkan dan kita perbuat, akan kita pertanggungjawabkan kelak di akhirat. Jika kita telah melakukan seluruh kewajiban dan menjauhkan diri kita dari semua yang diharamkan, maka kita akan selamat dan bahagia. Sebaliknya, jika tidak, maka kita akan binasa dan merana.

Jamaah Jumat حَفِظَكُمُ الله
Kedua, kita akan ditanya mengenai jasad kita. Jika seluruh anggota badan kita gunakan untuk berbuat taat kepada Allah, maka kita akan senang dan beruntung. Sebaliknya, jika kita menggunakannya untuk bermaksiat kepada Allah, maka kita akan merugi dan buntung. Ketiga, kita akan ditanya mengenai ilmu kita. Kita akan ditanya, apakah kita telah mempelajari bagian ilmu agama yang fardlu ain untuk kita pelajari atau tidak.

Dan jika kita telah mempelajarinya, apakah sudah kita amalkan ataukah tidak. Ilmu agama yang hukum mempelajarinya fardlu ain adalah seperti dasar-dasar ilmu aqidah, hukum-hukum dasar terkait bersuci, shalat, zakat bagi yang mampu, puasa, kewajiban hati, maksiat-maksiat anggota badan dan lain sebagainya. Dalam sebuah hadits diriwayatkan:
 وَيْلٌ لِمَنْ لَا يَعْلَمُ، وَوَيْلٌ لِمَنْ عَلِمَ ثُمَّ لَا يَعْمَلُ
“Sungguh sangat celaka orang yang tidak belajar (ilmu agama yang fardlu ain), dan sungguh sangat celaka orang yang mempelajarinya tapi tidak mengamalkannya.”

Keempat, kita akan ditanya mengenai harta, dari mana kita memperolehnya dan untuk apa kita belanjakan. Dalam masalah harta, manusia terbagi menjadi tiga golongan, dua celaka dan satu yang selamat. Dua golongan yang celaka pada hari kiamat adalah mereka yang mengumpulkan harta dengan cara yang haram atau dari sumber yang haram, dan mereka yang mengumpulkan harta dengan cara yang halal tapi membelanjakannya untuk hal-hal yang diharamkan.
Sedangkan golongan yang selamat adalah mereka yang mengumpulkan harta dengan jalan yang halal dan membelanjakannya untuk perkara-perkara yang halal. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 نِعْمَ الْمَالُ الصَّالِحُ لِلرَّجُلِ الصَّالِحِ (رَوَاهُ أَحْمَدُ فِي مُسْنَدِهِ
“Sebaik-baik harta adalah harta milik orang yang shalih.” (HR Ahmad dalam al-Musnad)

Karena orang yang shalih akan mencari harta dengan cara yang halal dan membelanjakannya untuk hal-hal yang dihalalkan oleh Allah ta’ala. Demikian khutbah yang singkat ini, mudah-mudahan bermanfaat dan dapat menuntun kita menuju kehidupan yang lebih baik dan pernuh barokah. Amin.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah II

إِنَّ الْحَـمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَهْدِيْهِ وَنَشْكُرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدِنِ الصَّادِقِ الْوَعْدِ الْأَمِيْنِ،وَعَلٰىإِخْوَانِهِ النَّبِيِّيْنَ وَالْمُرْسَلِيْنَ، وَرَضِيَ اللهُ عَنْ أُمَّهَاتِ الْمُؤْمِنِيْنَ، وَآلِ الْبَيْتِ الطَّاهِرِيْنَ، وَعَنْ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ، أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ وَعَنِ الْأَئِمَّةِ الْمُهْتَدِيْنَ، أَبِيْ حَنِيْفَةَ وَمَالِكٍ وَالشَّافِعِيِّ وَأَحْمَدَ وَعَنِ الْأَوْلِيَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ
أَمَّا بَعْدُ،فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ فَاتَّقُوْهُ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلٰى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا (سورة الأحزاب: ٥٦)،
اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ،فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
 اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، ،اَللّٰهُمَّ اجْعَلْنَا هُدَاةً مُهْتَدِيْنَ غَيْرَ ضٰالِّيْنَ وَلاَ مُضِلِّيْنَ، اَللّٰهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِنَا وآمِنْ رَّوْعَاتِنَا وَاكْفِنَا مَا أَهَمَّنَا وَقِنَا شَرَّ ما نَتَخوَّفُ رَبَّنَاآتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. عِبَادَ اللهِ
إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبٰى ويَنْهٰى عَنِ الفَحْشٰاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلٰى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَاتَّقُوْهُ يَجْعَلْ لَكُمْ مِنْ أَمْرِكُمْ مَخْرَجًا، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.

BAHAYA ADU DOMBA


اَلْحَمْدُ للهِ، اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ مَنَعَنَا بِالتَّعَاوُنِ عَلَى اْلِإثْمِ وَالْعُدْوَانِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمَلِكُ الدَّيَّانْ، وَأَشْهَدُ أَنَّ محمدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمَبْعُوْثُ إِلَى سَائِرِ الْعَرَبِ وَالْعَجَم، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مَنْ اَثْنَى اللهُ عَلَيْهِ بِخُلُقٍ حَسَن، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَان. أما بعد 

Ma’asyiral hadhirin, jamaah jumat hafidhakumullah, Saya berwasiat kepada pribadi saya sendiri, juga kepada hadirin sekalian. Marilah kita senantiasa meningkatkan takwa kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan berusaha melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Semoga kita kelak dimasukkan surga Allah bersama orang-orang yang bertakwa, amin. Hadirin hafidhakumullah, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an:
 وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا
Artinya: “Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata” (QS Al-Ahzab: 85).
Menurut sebagian mufassir ayat tersebut secara jelas berpesan bahwa menyakiti orang lain tanpa kesalahan merupakan perbuatan dosa. Hal ini berbeda dengan “menyakiti” dalam konteks sanksi yang memang diatur dalam syariat. Misalnya, pemerintah menghukum pencuri, menghukum pembunuh, atau menghukum pelaku zina dengan hukuman yang sesuai, maka hal tersebut diperbolehkan. Kebolehan menyakiti dalam konteks sanksi ini pun bukan tanpa batas.
Ada aturan yang mesti ditaati, seperti eksekutor adalah negara, bukan perorangan atau kelompok; yang dihukum terbukti benar-benar melakukan kesalahan; serta sanksi yang dijatuhkan sesuai kadar kesalahan dan aturan, bukan semena-mena. Menyakiti orang lain terdiri dari berbagai macam bentuk. Ada yang menyakiti berbentuk ucapan, memukul secara fisik, juga—pada zaman sekarang— menyakiti melalui ketikan status atau komentar di media sosial. Apa pun bentuknya, selama itu menyinggung perasaan orang lain tanpa hak, maka tidak diperbolehkan. Contohnya perkataan yang menyakitkan adalah misalnya seorang anak mengatakan kalimat “ah” kepada orang tua:
فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
Artinya: “Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia” (QS Al-Isra’: 23).
Perkataan menyakitkan biasa kita kenal dengan istiah ujaran kebencian. Di media sosial, fenomena demikian amat mudah kita jumpai dan biasanya beriringan dengan provokasi permusuhan, fitnah, dan hoaks alias berita palsu. Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah, Kita seringkali mendapat sebaran berita yang kita sendiri tidak bisa memastikan keakuratan berita tersebut lalu kita menyebarkannya kepada khalayak. Kita perlu belajar kepada Al-Qur’an sebagai berikut:
 إِذْ تَلَقَّوْنَهُ بِأَلْسِنَتِكُمْ وَتَقُولُونَ بِأَفْوَاهِكُمْ مَا لَيْسَ لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ
Artinya: “(Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar.” (QS An-Nur: 15)
 Ayat di atas melarang kita untuk menyebarkan informasi yang kita tidak mengetahui keakuratan berita tersebut secara pasti. Hal yang seperti demikian, bagi kita banyak yang menganggap sebagai masalah yang remeh-temeh, tapi di hadapan Allah, masalah yang seperti ini menjadi sangat besar. Hadirin… Kita patut mengambil pelajaran dengan kisahnya Nabi Sulaiman tatkala beliau melakukan perjalanan dan beristirahat, burung hud-hud adalah burung yang tidak tampak ketika Nabi Sulaiman mengabsen semua pasukannya. Pada saat burung hud-hud tersebut datang, dia ditanya oleh Nabi Sulaiman, lalu burung hud-hud menjelaskan bahwa ia menemukan seorang wanita yang menjadi ratu dengan singgasana yang besar sedangkan sang ratu bersama masyarakatnya tidak ada yang menyembah Allah subhanahu wa ta’ala. Mendapat informasi yang demikian, Nabi Sulaiman tidak cepat-cepat percaya kepada informasi yang diberikan burung Hud-hud. Dalam Al-Qur’an dikisahkan, Nabi Sulaiman berkata akan memverifikasi kebenaran laporan yang diberikan burung:
 قَالَ سَنَنْظُرُ أَصَدَقْتَ أَمْ كُنْتَ مِنَ الْكَاذِبِينَ
Artinya: “Dia (Sulaiman) berkata ‘akan kami lihat apakah kamu benar atau kamu termasuk yang berdusta’” (QS An-Naml: 27). Dengan demikian, Al-Qur’an mengajarkan kepada kita terhadap informasi apapun, supaya kita cek terlebih dahulu. Burung hud-hud yang tidak bagian daripada makhluk munafiq saja, Nabi Sulaiman perlu antisipasi, terlebih terhadap orang fasiq, dengan jelas Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS Al-Hujurat: 6)
Hadirin . .. .
Kenapa masalah informasi ini sangat penting kita perhatikan? Karena hal tersebut merupakan permulaan terjadinya salah faham sehingga orang bisa menyakiti orang lain berawal dari informasi yang ia terima, tidak difilter dengan baik. Setelah kita bisa menerima informasi dengan sebaik mungkin, tahap berikutnya, kita perlu mengontrol diri kita supaya jangan menyakiti sesama umat Islam. Rasulullah bersabda:
 المُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ المُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ، وَالمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ
Artinya: “Orang Islam adalah orang yang orang-orang muslim lain selamat atas perilaku buruk lisan dan tangannya. Sedangkan orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah” (HR Bukhari).
 Oleh karena itu, kalau kita mengaku sebagai muslim sejati, Muslim yang rahmatan lil alamin, Muslim yang kaffah, seharusnya kita menjaga mulut dan tangan kita agar orang-orang Islam semuanya merasa nyaman dengan sikap kita. Kita perlu menjaga dan menah
an diri kita untuk tidak menyakiti orang lain. Apalagi bagi semua anak bangsa Indonesia. Kita tidak patut berpecah belah. Jangan sampai kita mudah dipancing dan diprovokasi dari berita-berita yang menjadikan kita bercerai berai. Di sinilah pentingnya nilai-nilai akhlak.
 Apabila kita hanya berilmu saja, iblis pun justru mempunyai ilmu yang tinggi. Tapi agama, tidak hanya melulu membahas tentang ilmu saja. Bagaimana jadinya apabila ada orang bertambah ilmunya namun ia tidak lebih berhati-hati dalam sikapnya? Bisyr bin Harits mengatakan:
 مَنِ ازْدَادَ عِلْمًا وَلَمْ يَزْدَدْ وَرَعًا؛ لَمْ يَزْدَدْ مِنَ اللهِ إِلَّا بُعْدًا.
Artinya: “Barangsiapa yang bertambah ilmunya namun tidak bertambah kehati-hatiannya, maka tidak akan bertambah dari Allah (untuknya) kecuali semakin jauh (dari Allah)” (Al-Mujalasah wa Jawahirul Ilm, juz 4, hal. 107).
Kita seringkali mengklaim sebagai orang yang berada pada peradaban modern, berteknologi canggih dan berilmu, berwawasan luas. Seharusnya, keluasan ilmu yang kita punya tidak untuk berbangga-banggaan saja, tapi menambah takut kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Abu Nu’aim al-Asfihani mengisahkan perkataan Sufyan ats-Tsauri dalam kitab Hilyatul Auliya’:
 مَنِ ازْدَادَ عِلْمًا، ازْدَادَ وَجَعًا
Artinya: “Barangsiapa yang bertambah ilmunya, bertambah pula kesedihannya.” (Hilyatul Auliya’, juz 6, hal. 363)
 Orang berilmu seharusnya bersedih karena semakin banyak ilmu yang ia dapatkan, semakin banyak pula tuntutan agama kepada pribadinya untuk menyesuaikan sikapnya dengan ilmu yang ia terima. Hadhirin hafidhakumullah,. Rasulullah SAW tidak menginginkan umatnya hanya banyak ilmu tapi miskin amal, tinggi pengetahuan tapi rendah perilaku dan kepribadian. Nabi mengajarkan sebuah doa:
 اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ مُنْكَرَاتِ الأَخْلاَقِ وَالأَعْمَالِ وَالأَهْوَاءِ
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari akhlak, perbuatan-perbuatan dan dari hawa nafsu yang mungkar.” (HR. Tirmidzi)
 Semoga dengan doa ini, kita menjadi orang yang mempunyai kepribadian baik, tidak mudah menyakiti orang lain terlebih kita tidak menyebarkan berita-berita tidak jelas yang bisa menyebabkan perpecahan antar anak bangsa yang mayoritas dihuni oleh masyarakat muslim ini. Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang yang meninggal husnul khatimah kelak pada saat Allah memanggil kita pada waktunya. Amin allahumma amin.

Khutbah I
 اَلْحَمْدُ للهِ، اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ مَنَعَنَا بِالتَّعَاوُنِ عَلَى اْلِإثْمِ وَالْعُدْوَانِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمَلِكُ الدَّيَّانْ، وَأَشْهَدُ أَنَّ محمدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمَبْعُوْثُ إِلَى سَائِرِ الْعَرَبِ وَالْعَجَم، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مَنْ اَثْنَى اللهُ عَلَيْهِ بِخُلُقٍ حَسَن، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَان. أما بعد فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ. فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. وقال تعالى في كتابه الكريم، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُحِلُّوا شَعَائِرَ اللَّهِ وَلَا الشَّهْرَ الْحَرَامَ وَلَا الْهَدْيَ وَلَا الْقَلَائِدَ وَلَا آمِّينَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنْ رَبِّهِمْ وَرِضْوَانًا وَإِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُوا وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ أَنْ صَدُّوكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَنْ تَعْتَدُوا وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
 بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَجَعَلَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاِت وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. إِنَّهُ هُوَ البَرُّ التَّوَّابُ الرَّؤُوْفُ الرَّحِيْمُ. أعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجِيْم، بسم الله الرحمن الرحيم، وَالْعَصْرِ (١) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (٢) إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (٣) ـ وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرّاحِمِيْنَ ـ

Khutbah II


 اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِي إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ، اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِيْنَ، وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَائَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَأَعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خَآصَّةً وَعَنْ سَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَالْمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ