Selasa, 21 Februari 2017

Membangkitkan Tradisi Keilmuan Dalam Masyarakat Islam

Dewasa ini, masyarakat muslim dihadapkan dengan berbagai macam permasalahan yang menyerang berbagai sisi kehidupan. Masyarakat muslim dihadapkan dengan berbagai isu-isu kontemporer yang membingungkan. Hal ini dilatarbelakangi oleh informasi media yang mengisukan kondisi sosial dan politik yang berbeda-beda antara satu media dengan media lainnya. 

Tidak bisa dipungkiri bahwa sebagian besar media yang ada di Indonesia, baik media elektronik maupun media cetak lebih banyak yang memojokkan islam, dibanding yang membela dan menguatkan islam. Yang lebih menyedihkan lagi, sebagian besar masyarakat muslim terbawa arus dan mempercayai isu-isu yang memojokkan islam tersebut. Akhirnya, umat islam kebanyakan menjadi malu dengan statusnya sebagai muslim, dan merasa bangga dengan lable modern yang dibawa oleh musuh-musuh Islam. 

Soal : Apakah yang menjadi penyebab utama kemunduran umat Islam ? 

Jawab : Salah satu penyebab mundurnya umat Islam ialah hilangnya semangat untuk mempelajari ilmu-ilmu keislaman. Ibnu Khaldun menyatakan bahwa tanda wujudnya sebuah peradaban ialah berkembangnya ilmu pengetahuan seperti fisika, kimia, geometri, aritmatik, astronomi, optic, kedokteran dan sebagainya. Bahkan maju mundurnya suatu peradaban diukur dari maju mundurnya tradisi keilmuan. Ilmu pengetahuan tidak akan mungkin bisa berkembang tanpa adanya komunitas yang aktif mengembangkannya. 

Oleh karena itu peradaban harus dimulai dari komunitas kecil sampai menjadi komunitas besar. Hal ini terbukti dengan Madinah, Makkah, Mesir dan Negara-Negara Islam yang dahulunya kecil menjadi kawasan yang besar dan makmur. Seperti kesultanan Abbasiyah dan ‘Usmaniyah yang mengangkang di atas selat Bosporus dengan wilayah kekuasaan mencakup benua Asia dan Eropa. Semua prestasi tersebut bisa tercapai karena peradaban Islam memiliki asas yang Absolut. Menjadikan agama sebagai ukuran segala tindakan, menjadikannya sebagai asas peradaban yang menolak kebiadaban. 

Arnold Toynbee juga mengakui bahwa kekuatan spiritual (Bathiniyah) adalah kekuatan yang memungkinkan seseorang melahirkan atau manifestasi lahiriyah yang kemudian disebut dengan peradaban itu. Jika agama menjadi asas peradaban dan tolak ukur segala tindakan, maka jelaslah bahwa agama Islam yang berpegang pada Alqur’an dan Hadits merupakan pandangan hidup atau dikenal dengan istilah Worldview peradaban Islam. Maka selama peradaban Islam berpegang pada worldview yang benar maka peradaban juga akan semakin maju, demikian pula sebaliknya. 

Soal : Bagaimana peran ilmu pengetahuan dalam memajukan umat Islam ? 

Jawab : Fakta sejarah membuktikan bahwa di Spanyol, orang-orang Kristen tenggelam dalam arus MozArabic Culture (Ter-Arabkan). Kultur Islam yang dominan inilah yang memberi sumbangan besar bagi lahirnya pandangan hidup baru di Barat. Keingintahuan orang-oang Barat muncul ketika menyadari bahwa muslim memiliki pandangan hidup yang canggih dan ilmu pengetahuan yang kaya dan tak dimiliki belahan dunia lain. Spanyol adalah tempat dimana Barat menyerap aspirasi dari muslim bagi perkembangan pandangan hidup mereka. Hal ini dapat dibuktikan dengan terpecahnya kalangan teologi Kristen menjadi kalangan Averoism (Pengikut Ibn Rusyd) dan Avicennian (Pengikut Ibnu Sina). 

Jayusi mengkaji dan menemukan bahwa model transformasi kultur Islam ke kebudayaan Barat ada lima, yakni : Pertama, cerita-cerita dan sya’ir di transmisikan secara oral oleh orang Barat. Kedua, dengan kunjungan turisme pada abad ke 7 M ke Cordoba sebagai ibukota peradaban Islam yang menonjol, maka mereka datang untuk belajar peradaban kepada Islam. Ketiga, terdapat hubungan dagang dan politik yang resmi melalui utusan yang dikirim kerajaan-kerajaan di Eropa. Keempat, dengan menterjemahkan karya karya ilmiah Islam, buktinya di Santa Marie de Rippol terdapat ruangan khusus untuk manuskrip-manuskrip Islam yang akan mereka terjemahkan. Kelima, untuk kelancaran proses penerjemahan, raja-raja Eropa mendirikan sekolah untuk para penerjemah di Toledo, tepat setelah pasukan Kristen merebut kembali kota tersebut pada tahun 1085, yang tujuannya adalah menggali ilmu dari perpustakaan Islam bekas jajahan muslim itu. 

Keterangan ini setidaknya memberikan gambaran bahwa Islam pernah maju karena umat Islamnya berpegang teguh pada agama islam, dan bangga dengan statusnya sebagai seorang muslim. Namun jika dilihat kondisi dan situasi yang terjadi hari ini, jika umat Islam terus menerus bermalas-malasan dalam menimba ilmu pengetahuan, maka Islam akan semakin bobrok, dan tidak lagi memiliki kekuatan, sebagaimana islam pada masa Rasulullah sampai Dinasti Utsmaniyah. 

Soal : Bagaimana cara membangkitkan semangat keilmuan umat islam ditengah kondisi masyarakat yang kompleks seperti sekarang ini ? 

Jawab : untuk membangkitkan tradisi keilmuan ditengah kondisi masyarakat yang kompleks seperti saat ini, maka hal pertama ang harus diupayakan ialah membuat inovasi-inovasi baru yang bertujuan menjadikan masyarakat mencintai ilmu pengetahuan. Langkah berikutnya ialah memperbanyak majelis kajian ilmu agama yang berkaitan dengan ilmu Al-Qur’an, Hadis, Sejarah Islam, Fikih, dan berbagai macam cabang ilmu lainnya yang mudah diamalkan oleh masyarakat. Senada dengan ungkapan Imam al-Ghazali, untuk menumbukan rasa cinta terhadap ilmu pengetahuan, cara yang paling baik adalah mengamalkan tiap-tiap ilmu yang didapat dengan istiqomah. Wallahu A’lam. 



Jumat, 17 Februari 2017

Bolehkah Melakukan Perjalanan Jauh Dengan Niat Ziarah Kubur ?


Problematika seputar ziarah kubur adalah masalah fiqhiyah yang sangat erat kaitannya dengan hukum-hukum syari’at, yakni halal, haram, makruh, ataupun sunnah. Seperti ungkapan didalam sabda Nabi Saw لا تشد الرحال)[1], bukanlah masalah yang berkaitan dengan aqidah. 

Namun tidak bisa dipungkiri bahwa ada sebagian kalangan (semoga Allah memberikan petunjuk kepada mereka menuju kebenaran) yang mengkategorikan permasalahan ini kedalam ranah aqidah. Sama halnya seperti apa yang terjadi dalam permasalahan tawassul dengan perantara Baginda Nabi Saw., yang akhirnya bermuara pada tudingan-tudingan “syirik” bahkan mereka tidak enggan mengkafirkan sesama muslim, hanya karena berbeda dengan mereka dalam urusan tawassul dan ziarah kubur Nabi Saw. Padahal, penghulu pemahaman mereka yakni Syaikh Ibn Abdil Wahhab-pun mengkategorikan permasalahan ini dalam ranah fiqhiyah, bukan I’tiqodiyah. 

Seperti yang diungkapkan oleh beliau bahwa “Adapun sebagian orang yang meringankan hukum bertawassul dengan orang shalih, atau sebagian orang yang mengkhususkan kepada Nabi Saw, sedangkan sebagian besar ulama ada yang melarang dan memakruhkannya, ketahuilah bahwa masalah ini hanyalah masalah fiqhiyah, dan yang benar menurut kami adalah pandangan jumhur yang memakruhkannya. Namun kami tidak mengingkari kalangan yang tetap melakukannya, karena tidak ada pengingkaran dalam urusan ijtihadiyah".[2]

Namun sangat disayangkan bahwa ada sebagian kalangan yang menisbahkan dirinya kepada golongan “salafiyah” yang menggolongkan perkara ziarah atau melakukan perjalanan jauh untuk berziarah di makam Nabi Saw kedalam urusan “iman atau kafir, bertauhid atau syirik”. Alhasil mereka terburu-buru dalam menuding sesat, kafir dan sirik kepada sesama muslim yang melakukan perjalanan jauh untuk berziarah tersebut, padahal didalam fatwa-fatwanya mereka sepakat membolehkan (masyru’) melakukan perjalanan jauh jika menziarahi masjid Nabawi, padahal Makam Baginda Nabi-pun di lokasi dan tempat yang sama. 

Karena pandangan yang salah dalam memposisikan urusan tawassul dan ziarah tersebut, mereka dengan mudahnya mereka menuding orang yang mengatakan: “aku mengadakan perjalanan jauh dengan niat menziarahi Nabi Saw, untuk bershalawat dan menyampaikan salam kepada beliau, melihat fakta sejarah tempat turunnya Wahyu pertama, melihat tanah dimana jihad dan keimanan bergemuruh”, serta merta mereka mengatakan itu adalah niat yang salah dan sama saja melakukan kesyirikan dan bid’ah. 

Bersamaan dengan itu mereka juga mengatakan, “sesungguhnya niat yang dibenarkan oleh syari’at adalah menziarahi masjid Nabi, maka jangan sekali-kali mengatakan bahwa aku berziarah kepada Nabi Saw, namun katakanlah; aku berziarah ke masjid Nabi untuk melakukan shalat”. 

Sungguh sangat mengherankan, bukankah masjid Nabawi itu adalah masjid Nabi Saw ? bagaimana mungkin mereka memisahkan antara Nabi Saw dan masjid yang didirikan bahkan tempat dimana Nabi Saw dimakamkan ? jika memang ziarah ke masjid Nabi memiliki fadhilah besar, bagaimana mungkin menziarahi pemilik sekaligus pendiri masjid tersebut dihukumi haram dan kufur ? 

Akhirnya, perlu difahami bahwa perbedaan pandangan dalam masalah ziarah kubur hanyalah sebatas masalah furu’ fiqhiyah, maka bukan merupakan tindakan dan sikap yang baik bila kalangan yang tidak memahami permasalahan ini dengan mudahnya menuding buruk, sesat bahkan kufur bagi kalangan yang melakukan safar untuk berziarah kepada Nabi Saw., dan bertawassul kepada Nabi Saw., ahli kubur Baqi’, Ma’la dan lainnya. Karena perbedaan dalam masalah furu’ tidak boleh disandingkan dengan tudingan yang tidak lain merupakan “konsekuensi I’tiqodiyah”. Semoga Allah melindungi kita semua dari jalan yang sesat dan penuh tipu daya. Wallahu A’lam. 

[1] Hadits ini terdapat didalam Shahih Imam Bukhari No 1189, juz 2 hal 60 dan Imam Muslim No 115, Juz 2 hal.1014. dengan lafaz Shahih al-Bukhari : 

- حَدَّثَنَا عَلِيٌّ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ سَعِيدٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " لاَ تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ: المَسْجِدِ الحَرَامِ، وَمَسْجِدِ الرَّسُولِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَمَسْجِدِ الأَقْصَى " (رواه البخاري). 


[2] Fatawa Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab didalam Majmu’at al-Mu’allafat, Juz 3 hal.68. 

MENGEMBALIKAN KEJAYAAN ISLAM DAN MENINGGIKAN MARTABAT KAUM MUSLIMIN


Istilah Izzul Islam wal-Muslimin merupakan semboyan yang kerap digunakan untuk mendasari sebuah pergerakan dan pembelaan terhadap agama Islam. Disamping itu, semboyan ini juga selalu digunakan dalam upaya menyadarkan umat Islam dan menyelamatkannya dari keterpurukan, baik keterpurukan dalam bidang pendidikan, ekonomi, sosial, politik maupun keagamaan. 

Secara umum, Izzul Islam wal-Muslimin merupakan sebuah istilah yang bermakna “Menjayakan Agama Islam dan Meninggikan Martabat Kaum Muslimin” (Toto Tasmara, Menuju Muslim Kāffah, 2004). Semboyan ini tidak lain adalah respon terhadap keterpurukan umat Islam di era modern dan nyaris terkepung dalam buaian globalisasi. Dengan kata lain, semboyan ini merupakan gebrakan yang bertujuan membangunkan umat Islam dari tidur panjang untuk melakukan perlawanan terhadap keterpurukan umat Islam yang hari ini “nyaris” kembali kepada orde jahiliyah. 

Kondisi Jahiliyah Modern yang dihadapi umat Islam hari ini adalah kondisi dimana umat Islam tidak mengetahui kebenaran sehingga terjerumus kedalam kebatilan. Umat Islam dihadapkan dengan hidangan media masa bahwa umat Islam adalah “teroris, anarkis” dan tudingan-tudingan lain yang menyudutkan Islam. Hidangan hidangan ini adalah penebab utama munculnya penyakit Islamophobia (alergi Islam), sehingga umat Islam hari ini mulai malu dengan identitasnya sebagai umat muslim. 

Sebuah gambaran sederhana yang patut direnungkan, dizaman globalisasi era modern ini, ketika umat Islam dihadapkan dengan dua pilihan menghadiri majelis pengajian ilmu agama atau menyaksikan rilis film terbaru di bioskop. Kebanyakan umat Islam khususnya generasi muda jauh lebih banyak memilih menonton film di bioskop. Padahal generasi muda Islam adalah kekuatan besar untuk menopang dan melanjutkan perjuangan para ulama dan generasi diatasnya. Lalu apakah mungkin generasi muda muslim yang lemah itu mampu menjaga Izzah Islam wal-Muslimin ? 

Soal: Apakah unsur-unsur yang menjadi landasan kekuatan umat Islam ? 
Jawab: Indonesia adalah Negara dengan jumlah muslim terbesar di dunia, yakni mencapai jumlah 95% dari total 237.641.326 Juta penduduk Indonesia. Namun, dari tahun ketahun jumlah tersebut terus menurun, hingga pada tahun 2010 prosentase umat Islam di Indonesia menjadi 87% dari jumlah total penduduk Indonesia. Hal ini mengindikasikan adanya penurunan jumlah umat Islam disebabkan upaya kristenisasi dan upaya pemurtadan yan dilakukan oleh para misionaris dan kolonialis yang ingin kembali menjadikan Umat Islam “Hanya” sebagai tamu di Negeri sendiri. (Republika Online 9 Januari 2016). 

Hari ini umat Islam bisa melihat dengan jelas, siapa yang mendominasi berbagai sektor kehidupan di Indonesia, mulai dari sektor perdagangan, perusahaan besar, proyek Tol, dan lain sebagainya. Dalam hal ini dapat ditemukan bahwa umat Islam tidak mendominasi sektor-sektor tersebut, tetapi justru menjadi “budak” asing dalam melancarkan misinya menjadi Penguasa Super Power. Satu hal yang perlu diketahui dan ditekankan adalah bahwa umat Islam yang hari ini lemah akan mampu bangkit kembali jika generasi mudanya mampu mendominasi sektor- sektor yang dikuasai oleh asing tersebut, diantaranya yakni sektor pendidikan, ekonomi, politik dan keagamaan. (Didin Hafiduddin Solusi Islam atas problematika ummat, 1998)

Soal: Mengapa kekuatan Islam itu perlu dikibarkan kembali ? 
Jawab: Belajar dari sejarah pada zaman penjajahan, tentu dapat dilihat fakta bahwa mayoritas pejuang yang berhasil merebut kemerdekaan Indonesia adalah para Ulama, Kyai dan Santri. Mulai dari K.H. Hasyim Asy’ari, K.H. Ahmad Dahlan dan para santri seperti Bung Tomo dan lainnya. Tokoh-tokoh ini adalah perwakilan dari jutaan kaum muslimin yang memiliki semangat membara untuk melawan kekafiran dan penjajahan di Ibu Pertiwi. Oleh sebab itu, jika kaum muslimin lemah dan bersikap lentur sehingga para penjajah di era globalisasi ini menguasai umat Islam, maka tidak memungkiri kemungkinan bahwa penjajahan besar-besaran akan kembali terjadi. Oleh sebab itu umat Islam harus kembali membangun kekuatan dari berbagai segi kehidupan, keilmuan, intelektualitas, ekonomi, politik dan keagamaan untuk menjaga kelangsungan hidup yang damai dan sejahtera. 

Soal : Bagaimana cara musuh Islam menghancurkan umat Islam ? 
Jawab : Dalam upaya menghancurkan kekuatan umat Islam, musuh-musuh Islam memulai aksinya dengan menyulut api perang pemikiran. Umat Islam sengaja dibuat bingung dengan informasi-informasi media massa yang berbeda dari fakta. Dunia pendidikan Indonesia mulai disekulerkan (memisahkan pendidikan dengan agama). Dan menjajah ekonomi masarakat muslim. Sebagai sebuah contoh, berapa banyak persentase masyarakat muslim yang ketergantungan dengan “mart-mart” milik asing ? dan berapa banyak umat Islam memilih berhutang di warung tetangga dan membayar cash di alfmart dan sebagainya. Inilah cara musuh Islam memiskinkan dan membodohi umat Islam, yakni dengan “membuat umat Islam terpesona dengan kemegahan dan fasilitas yag nyaman”, dan ketika umat Islam sudah ketergantungan, maka disaat itu mereka akan menghabisi umat Islam. Wal’iazubillah. 

Soal : Bagaimana cara membangkitkan izzul Islam wal muslimin sebagai solusi problematika umat islam di era modern ini ? 
Jawab : Adapun cara ampuh untuk kembali membangkitkan Izzul Islam wal-Muslmin diantaranya ialah sebagai berikut : 

Memahami Kondisi umat Islam 

Sejatinya, umat Islam masih mungkin untuk bangkit menuju kejayaan kembali, ekonomi masih memadai dan memiliki sumber yang kuat. Namun permasalahannya iala tingkat intelektualitas generasi muslim yang semakin lemah sehingga lebih banyak mengadopsi peradaban dari luar Islam, yakni Barat. 

Mengidentifikasi Masalah Ummat 

Merosotnya prestasi cendikiawan muslim dalam mengembangkan ilmu pengetahuan Islam mengakibatkan merosotnya intelektualitas dibidang ekonomi, politik dan budaya. Inilah yang melatarbelakangi para cendikiawan muslim menawarkan solusi untuk kemajuan Islam, cendikiawan ini dibagi kepada dua bagian : pertama, cendikiawan yang berusaha memperbaharui bidang social budaya dan politik sebagaiana dilakukan oleh, Jamaluddin al-Afghani, Rasyid Ridha, Sanhuri Pasha, dan al-Maududi. Kedua, kelompok cendikiawan yang menitikberatkan pada bidang pendidikan dan pemaaman ulang ajaran Islam. Inilah yang dilakukan oleh Syed Ahmad Khan, Muhammad Iqbal, dan para ulama lainnya. Dan dalam pengembangan intelektual Islam mislanya Sultan Mahmud II, Pasha Muhammad Ali diMesir dan lainnya. Dan sisanya cendikiawan yang berkonsentrasi pada bidang ekonomi seperti Umer Chapra, Kursyid Ahmad dan sebagainya. 

Akhirnya, dapat disimpulkan bahwa Izzul Islam wal-Muslimin dapat dibangkitkan dengan mengembangkan tradisi keilmuwan, agama, ekonomi dan aspek lainnya yang dimulai dari generasi muda atas dukungan para orang tua. Wallahu A’lam.