Rabu, 31 Agustus 2016

MENGAPA KRISTEN MENJADI LIBERAL ?



Pertanyaan diatas agaknya tidak pernah terfikirkan oleh sebagian besar kalangan, baik Kristen maupun Muslim. Sebab pertanyaan ini memang masih menajdi misteri di kalangan Kristen sendiri. Hal ini agaknya disebabkan adanya factor-faktor yang tidak lain meruakan aib kalangan Kristen sendiri, inilah yang menjadi bukti bahwa pentahrifan orang-orang yahudi dan nashrani telah dilakukan sebagaimana firman Allah Swt “Maka celakalah bagi orang-orang yang menulis Alkitab dengan tangan mereka, kemudian berkata: Alkitab ini adalah dari Allah, untuk dijual dengan murah. Maka celakalah bagi mereka disebabkan tulisan tangan mereka, dan kecelakaanlah bagi mereka atas apa-apa yang mereka usahakan.(QS Al Baqarah:79)”. Ayat ini setidaknya data memberikan gambaran kecil bahwa Al-Kitab, yang saat ini dipedomani oleh agama nashrani yang sekarang bereformasi menjadi Kristen adalah kitab palsu yang telah dirusak oleh mereka. 

Agama Kristian, yang mengaku sebagai pengikut Nabi Isa as., mengimani keberadaan kitab-kitab Nabi Musa (Taurat), Nabi Daud (Zabur atau yang mereka sebut dengan Mazmur), dan Nabi Isa (Injil). Kitab Taurat, Zabur, dan Injil tersebut dipadukan dalam sebuah kitab, bersama beberapa surat-surat pendek lainnya, menjadi Bibel yang kemudian diakui umat Kristian sebagai kitab suci agama mereka. Namun sayangnya pencampuran ini sarat dengan pengaruh kaisar romawi dan konsili gereja dengan berbagai kepentingan yang membuat kitab Bible (sebutan untuk gabungan taurat,zabur dan injil) ternodai ajarannya. 

Ketika Nabi Isa diutus dengan membawa kitab Injil, maka bani isra’il senantiasa menentang dan mengancam Nabi Isa. Hal ini menyebabkan ajaran Nabi Isa tidak dapat diterima oleh bani israil kecuali hanya beberapa orang saja, pengikut Nabi Isa ini kemudian dikenal dengan sebutan al-Hawariyun. Gejolak dan tantangan yang dihadapi Nabi Isa tidak berhenti, hingga suatu saat seorang yahudi bernama Syaawil yang mengaku mendapat ilham untuk mengikuti ajaran Nabi Isa, ia dan anggota masyarakat yang sangat membenci ajaran Nabi Isa, membuat fitnah besar. Mereka berusaha membuat konspirasi untuk membunuh beliau dengan menghasut Raja Damaskus saat itu yang beragama penyembah bintang-bintang. Mereka membuat fitnah-fitnah serta tuduhan dusta tentang Nabi Isa‘alaihissalam, sehingga Raja yang mendengar hal itu menjadi marah dan memerintahkan perwakilannya di al-Quds/Yerussalem untuk menyalibnya.

Setelah menerima perintah dari raja, wakil raja yang berada di al-Quds itu langsung berangkat bersama sekelompok Yahudi menuju rumah yang sedang ditempati oleh Nabi Isa ‘alaihissalam dan kemudian mengepungnya. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt,. yang artinya, “Mereka telah merancang tipu muslihat, dan Allah juga membuat tipu muslihat (terhadap mereka). Sedangkan Allah adalah sebaik-baik perancang tipu muslihat.” (Ali ‘Imran: 54) 

Dalam keadaan demikian, Nabi Isa ‘alaihissalam menanyakan kepada murid-muridnya tentang siapa yang bersedia diserupakan wajahnya seperti wajah beliau. Dan beliau menjanjikan surga bagi siapa yang bersedia. Maka, salah seorang pemuda di antara mereka ada yang merespon beliau dengan jawaban, “Saya bersedia”. Kemudian Allah serupakan wajahnya dengan wajah Nabi Isa ‘alaihissalam. Setelah itu, Nabi Isa tertidur dan diangkat Allah ke langit dari rumah tersebut dalam keadaan demikian. Tatkala para murid beliau keluar dari rumah itu, orang-orang Yahudi yang telah mengepung sejak sore menangkap dan menyalib lelaki tersebut. Setelah itu mereka berkata, “Sesungguhnya kami telah membunuh Isa putra Maryam, yaitu utusan Allah” (An-Nisaa’: 157). Namun, Allah membantah perkataan mereka ini pada ayat yang sama, “Dan mereka sama sekali tidak membunuhnya dan tidak pula menyalibnya. Akan tetapi, (orang yang mereka salib itu) adalah yang diserupakan (wajahnya dengan Isa) untuk mereka.” 

Ketika orang yang diserupakan dengan Nabi Isa disalib, maka kaum hawariyyun mulai bingung, bagaimana nasib mereka selanjutnya. Maka ketika itu datanglah Syawil yang telah berganti nama menjadi Paulus menemui mereka seraya mengatakan: “kita tidak perlu besedih, seharusnya gembira karena dosa-dosa kita sudah ditebus oleh Nabi Isa dengan penyaliban dirinya”. Sontak kaum hawaiyun bingung dan bertanya, “dosa apa yang kami lakukan ?” maka Paulus menjelaskan bahwa “semua umat manusia berdosa disebabkan perbuatan Nabi Adam, Nabi Adam yang diturunkan ke Bumi membawa dosa yang terus diwarisi anak-cucunya hingga akhir zaman, adapun orang-oran setelah kita, mereka akan diampuni dosanya cukup dengan mengakui bahwa Yesus (Sebutan Bagi sesembahan Kristen). adalah “juru selamat”. 

Ajaran Kristen terus berkembang dan memiliki pengikut yang banyak. Bersamaan dengan itu, bangsa Eropa yang kala itu masih dibawah kekuasaan Kaisar Romawi ternyata belum mengenal agama, sehingga rakyat nya hanya patuh dan menyembah kaisar Romawi. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa banyak rakyat yang tidak mau tunduk dengan kaisar harus mengakhiri hidupnya dengan pedang prajurit, dan tiang gantungan. Hingga suatu saat Paulus mengunjungi kekaisaran Romawi untuk memperkenalkan agama Kristen. Setelah berhasil bertemu kaisar, maka ia berkata “Engkau tidak akan bisa menundukkan rakyatmu dengan kekuasaanmu, namun, jika engkau mengatasnamakan agama maka engkau akan memiliki kekuasaan yang semakin besar”. 

Hasil dari pertemuan paulus dengan kaisar Romawi ialah masuknya kaisar ke agama Kristen diikuti dengan titah wajib memeluk agama Kristen kepada seluruh rakyat kerajaan Romawi sebagai “titah Tuhan”. Hal ini berimplikasi pada halalnya darah orang-oran yang tidak mau ikut agama Kristen yang dianjurkan oleh kaisar. Gereja sebagai tempat beribadah orang Kristen kala itu memiliki otoritas yang besar, sehingga segala aspek kehidupan masyarakat diatur oleh gereja. Kristen katolik memiliki banyak pengaru besar sampai sebuah pristiwa konflik indulgensia (tebusan dosa) menjadi celah perpecahan. Dalam agama Kristen, terdapat istilah penebusan dosa (pertaubatan) yang dapat dilakukan di gereja Kastil. Seiring berjalannya waktu, penebusan dosa ini dipandang dapat mendatangkan keuntungan. Hal ini menyebabkan adanya inisiatif pembesar gereja untuk mengganti penebusan dosa dengan sejumlah uang atau harta yang dimiliki oleh pendosa. 

Martin Luther yang saat itu menjadi pengkhotbah di gereja kastil memandang bahwa hal tersebut tidak layak dilakukan, disamping banyak kecurigaan difikirannya. Setiap rakyat yang berdosa, biasanya akan menyerahkan pembayaran dihutan, atau dengan membayar pada utusan gereja kastil yang selalu berkeliling keseluru gereja. Suatu ketika, luther dengan kecurigaannya menyelidiki apa yag dilakukan dengan uang tebusan tersebut. Ketika diselidiki di dalam hutan, ternyata uang tebusan tersebut diambil oleh para embesar gereja untuk digunakan secara pribadi dan kerajaan. 

Maka ketika itu juga, Marthin mendeklarasikan bahwa sudah saatnya gereja dipisahkan dari kepentingan politik dan pemerintahan. Inilah titik awal dari perubahan ajaran gereja menjadi ajaran sekuler (memisahkan agama dan Negara) yang kemudian dikenal dengan Istilah Kristen Protestan. Ajaran ini didukung ole sejumlah besar rakyat Kristen yang sudah lelah dengan kekangan kaisar dalam agama. 

Setelah menjadi sekuler, kekuatan gereja masih sangat kuat, masyarakat Kristen Barat yang semakin gerah dengan agama Kristen itu mulai membuat prinsip-prinsip hidup bagaimana agar bisa hidup bebas dari agama. Disinilah kemudian akal logika mereka digunakan, jika selama ini mereka hanya mengikut kehendak gereja, maka mereka mulai mempertanyakan “mengapa harus patuh pada gereja ?” ketika gerakan ini semakin besar, maka dikenal seorang tokoh bernama Nietzche. Seorang tokoh liberal dengan konsep “God Is Dead” nya. Ia selalu duduk didepan gereja, sembari berkata : “ untuk apa ke gereja ? tuhan telah mati”. Uniknya gerakan ini disambut hangat oleh logika Barat kala itu. Hingga dikenallah istilah Kristen Liberal yang memiliki 4 pokok ajaran. 

1. Kebebasan : segala sesuatu harus diukur berdasarkan kebebasan. Kebebasan adalah dasar dan tujuan hidup, hal ini berimplikasi pada penafian segala sesuatu yang mengekang kebebasan. Bahkan, setiap orang berhak membuat konstitusi, dimana jika ada seseorang yang merasa haknya terkekang, maka berhak menggugat lembaga konstitusi dan memperbaharui konstitusi. 

2. Individualism : ajaran ini merupakan akibat dari kebebasan, sehingga seseorang tiak berhak mengatur orang lain, maka orang Barat ketika itu berbuat dengan individualisnya, bebas, dan tidak mencampuri urusan orang lain. 

3. Rasionalisme : segala sesuatu harus diukur dengan akal, jika tidak dapat diterima akal maka sesuatu itu tidak dapat diterima. Inilah yang kemudian dikenal dengan istilah Empirisisme, dimaka kesakralan agama dicampakkan ke lobang sampah. 

4. Relativisme : karena kebebasan alam berfikir, maka setiap orang berhak mengatakan dirinya benar dan demikian dengan orang lain. Karena dalam pandangan mereka kebenaran itu relative, sebab yang mengetahui kebenaran hanya tuhan. Namun sayang, dalam pandangan mereka tuhan telah mati. Al-hasil, ukuran kebenaran pun telah hilang. 

Akhirnya, Kristen kehilangan fungsinya sebagai agama, tidak memiliki otoritas dan kesakralan sedikitpun. Hari ini, orang-orang di Barat banyak yang menjadi atheis karena keberadaan tuhan tidak dapat diterima akal. Hari ini, Barat yang dipandang sebagai Negara Maju, bersih dan aman. Maju dari segi perekonomian, dengan cara menghalalkan berbagai cara untuk mendapat kekayaan. Bersih dari sampah, namun dipenuhi Pelacur, pasangan kumpul kebo, bahkan kebanyakan pasangan tidak menikah padahal telah tinggal bersama dan memiliki banyak anak. Banyaknya pasangan sejenis, dan lain sebagainya. Barat itu Aman, karena setiap orang berhak menentukan hidupnya, yang berzina dengan hidupnya, dan tidak ada kekangan dari pihak manapun. 










Selasa, 23 Agustus 2016

MUSLIM BERMORAL, MUSLIM BERMAZHAB




Sejarah Islam, telah mencatat bahwa dalam beragama tidak banyak orang yang benar-benar memahami agama dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari realita yang beraneka ragam dan banyaknya masalah yang tidak dapat diselesaikan sendiri tanpa adanya ilmu yang mumpuni. Manusia dengan akal fikiran yang diberikan Allah tidak dapat mengetahui kebenaran tanpa adanya tuntunan dari sang maha benar. Untuk itulah Allah mengutus Rasulullah yang membawa agama islam, agar kehidupan manusia terarah dengan baik. 

Jauh jauh hari Rasulullah telah bersabda : “Aku tinggalkan untukmu dua perkara, tidak akan tersesat selama engkau berpegang pada keduanya yakni Kitabullah dan Sunnah Rasulnya”(HR.Malik) belajar dari hadits ini agaknya dapat diambil sebuah pelajaran bahwa agar jalan tidak tersesat maka harus beregang pada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Saw,. Seluruh ulama sepakat mengenai hal ini, namun tidak sedikit yang tertipu dan terpedaya dalam mengamalkan hadits ini. 

Secara logika akal yang sehat, kita memang diwajibkan mengikut Alqur’an dan Hadits, namun dalam mengikuti Alqur’an dan hadits juga terdapat pedoman, mengapa ? sebab tidak semua orang bisa memahami kedua nash tersebut dengan benar. Inilah sebab kenapa didalam Alqur’an disebutkan : “Maka Tanyakanlah kepada orang yang mengetahui jika engkau tidak mengetahui”. Dan didalam Hadits Rasulullah, “Ulama adalah pewaris Para Nabi (HR: Ibnu Majah) . Berdasarkan kedua hadits diatas dapat disimpulkan bawa dalam upaya mengikuti ajaran islam yang benar maka harus berpedoman kepada para ulama sehingga pemahaman terhadap Alqur’an dan Hadits Nabi Saw,. Dapat terealisasikan dengan benar. 

Jika kembali kepada sejarah para sahabat, maka dapat diketahui bahwa para sahabat tidak semuanya berani memutuskan hukum sendiri dalam permasalahan yang dihadapi, semua hal yang tidak diketahui sahabat ditanyakan keapada Rasulullah Saw,. Hingga sepeninggal Rasulullah, para sahabat masih bertanya kepada sebagian sahabat yang mempunyai ilmu memadai untuk berijtihad seperti kulafaurrasyidin. An tidak bisa dipungkiri bahwa para sahabat yang langsung bertemu dengan Rasulullah hanya beberapa orang yang mampu berijtihad, dalam hal ini sebagian ulama menyatkan hanya 10, 20 dan paling banyak 200 orang. Hal ini mmbuktikan bahwa dalam memutuskan ukum tidak bisa dilakukan oleh setiap orang. 

Inilah kemudian yang menjadi dasar mengapa kita harus bermazhab. Sebab dalam memahami Al-Qur’an dan Hadits untuk mengambil hukum tidak bisa dilakukan tanpa adanya ilmu yang memadai. Senada dengan ungkapan Sayyid Ali As-Sagaf didalam Fawaidul makiyyah bahwa “Wajib bagi setiap mukallaf yang tidak mencapai derajat mujtahid untuk bertaqlid kepada salah satu dari 4 mazhab”. Lalu mengapa harus salah satu ari 4 mazhab ? sebab kesepakatan mayoritas ulama dari masa kemasa senantiasa berpegang pada sala satu dari 4 mazhab ini. Dengan demikian jika kita mengikuti salah satu dari 4 mazhab, maka kita sudah termasuk dalam golongan mayoritas umat Islam, yakni yang dijamin keselamatannya oleh Rasulullah dalam hadits Iftiraqul Ummah. Wallahu A’lam.

Rabu, 17 Agustus 2016

PERANG PEMIKIRAN Part I, (Perang Tanpa Senjata)


Misi Terselubung Missionaris, Orientalis, Kolonialis

Ghazwul Fikri, itulah sebutan lain dari perang pemikiran. Secara defenitif, Ghazwul Fikri atau perang pemikiran ialah “Sebuah upaya mengubah situasi dan kondisi kaum muslimin baik dari segi politik, pengetahuan, sosial dan ekonomi, dengan cara menundukkan hati dan akal, membolak-balik fikiran dan aqidah, sehingga orang yang diperangi pemikirannya akan lemah bahkan tidak mau berfikir, hingga akhirnya mudah dikuasai dan dijatuhkan”.

Perang ini dilakukan oleh tiga kelompok tentara, yakni Missionaris, Kolonialis, dan Orientalis. Ada beberapa tahapan yang dilakukan oleh tentara-tentara perang pemikiran ini yakni dengan metode (1) Tasykik yakni menciptakan keragu-raguan pandangan akidah umat Islam terhadap agamanya. (2) Tasywih yakni menghilangkan kebanggaan umat Islam terhadap agamanya. (3) Tadzwib yakni pelarutan budaya dan pemikiran. (4) Taghrib yakni pemBaratan dunia Islam yang mendorong umat Islam agar menerima pemikiran dan budaya Barat. 

Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah Saw,. Yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari yang artinya “ Demi Allah, kelak kalian pasti akan mengikuti budaya dan perbuatan orang orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, sampai sampai kalau mereka masuk kedalam lobang biawak sekalipun, kalian pasti akan mengikutinya. Lalu kami berkata : wahai Rasulullah, apakah orang sebelum kami itu yahudi dan nashrani ? Rasulullah bersabda : siapa lagi..”

Imam an-Nawawi menjelaskan bahwa maksud jengkal dan hasta itu ialah sebuah perumpamaan teradap kuatnya keterikatan umat Islam dengan mereka, yakni dalam hal kemaksiatan dan hal-hal yang dicela agama. Belajar dari Hadits ini, telah jelas bagi kita bahwa ada upaya baik sengaja maupun tidak disengaja untuk mengikuti budaya dan perbuatan orang-orang yahudi dan Nashrani yang pelakunya adalah umat Islam sendiri. 


Hal ini bisa dilihat berdasarkan realita hari ini, jika ajaran para ulama dahulu Alqur’an difahami dengan tafsir, dan takwil terhadap ayat mutasyabihat, maka hari ini Alqur’an difahami dengan metode hermeneutic (metode penafsiran injil oleh nashrani). Sehingga berujung pada pengkajian Alqur’an berdasarkan kajian budaya dan sejarah. Hal ini tentunya akan berakibat pada hilangnya universalitas Alqur’an, jika di dalam Alqur’an dijelaskan bahwa haram melakukan hubungan sejenis, maka mereka berkata bahwa budaya dan situasi hari ini tidak sesuai dengan situasi ketika ayat tersebut turun, maka hubungan sejenis mulai dibolehkan berdasarkan fatwa-fatwa para orientalis dan cendikiawan muslim yang berfaham liberal. Dan masih banyak lagi problem ghazwul fikri yang merusak dan akhirnya melepaskan umat Islam dari agamanya sendiri. Hari ini, para tentara ghazwul fikri hanya menjaga pos, sebab kaki tangannya yang tidak lain adalah sebagian cendikiawan muslim yang bekerja. Wal’iyaazubillah. 

Seri : LIBERALISASI PEMIKIRAN ISLAM (PART II)



"Pribumi Terjajah"

Teringat dengan cerita seorang teman, kala itu ia berkata, “Mas, kita sudah tahu Indonesia pernah dijajah Belanda dan Jepang, sumber daya alam kita diambil paksa, rakyat disiksa dengan kerja rodi, wanita-wanita diperkosa, orang-orang tua dibunuh, kita sadar betapa kejamnya bangsa kolonial itu di bumi tercinta, mereka menyerang dengan senjata namun bisa kita lawan dengan bambu runcing. Ini yang aku banggakan dari Negeri ku, sadar dijajah maka segera bergerak walau hanya bermodal bambu runcing” 

Hari ini, Indonesia memperingati hari kemerdekaan, namun apakah kemerdekaan sudah menjadi milik Indonesia ? Indonesia kaya sumberdaya alam, namun apakah kekayaan itu milik Indonesia ? tanpa kita sadari, pertahanan Negara kita, kesadaran bangsa kita sudah dijajah kembali. Kali ini tidak dengan senjata, tidak dengan kekerasan, namun dengan kemanjaan dan fasilitas asing yang menawan hati. Teknologi asing, barang-barang impor dari asing, sungguh menawan hati pribumi khususnya muslim. Akhirnya ekonomi bangsa dikuasai Asing, sebab ekonomi itu pula politik bangsa di tangan asing. 

Tak cukup sampai disitu, ada juga yang sangat tertarik dengan pendidikan di Barat, tidak masalah sebenarnya jika ditanggapi dengan perspektif atau worldview Islam, namun kebanyakan orang yang terlalu simpatik sehingga memuji muji Barat menyebabkan ia buta, walhasil fikiran nya berisi racun yang merusak generasi keilmuan bangsa, membawa misi-misi Liberalisasi Pemikiran Islam. 


Sedikit berbagi cerita, Barat memiliki misi untuk mengendalikan dunia, menguasai perekonomian dan politik. Musuh terbesar Barat adalah orng-orang fundamenltalis (Bertaqwa). Hal ini yang menyebabkan misi Barat terhambat. Barat berupaya menghancurkan Kaum Fundamentalis yang tidak lain adalah umat islam yang bertaqwa ini. Karena barat memiliki ideologi Pragmatis yang menghalalkan segala cara, maka tudingan terorisme pun digelontorkan, menyamakan perspektif masyarakat muslim agar jangan keras dengan Barat, karena yang keras akan dituduh Teroris, seperti Drama 9/11 yang di skenario oleh George Bush sehingga umat islam jadi sasaran. 

Sikap fundamentalis Muslim hari ini telah berubah menjadi Liberalis, yang Agamis menjadi Pluralis, wanita bermoral jadi pendukung Gender, Ada Apa dengan Negeriku Hari Ini ? yang diperangi Barat bukan hanya fisik bangsa, tapi juga Pola Fikir Bangsa khusus nya yang muslim. Mudah-mudahan bisa jadi perenungan…. 

Selasa, 16 Agustus 2016

KATA DAN IMPLIKASINYA TERADAP PERADABAN


Part II

Mengkaji ajaran islam sudah semestinya mencakup aspek-aspek pokok. Agaknya inilah yang dimaksud dengan kewajiban menimba ilmu yang tertuang didalam Alqur’an dan hadits Nabi Saw,. Senada dengan itu Imam Al-Gazali didalam Ihya’ menerangkan bahwa “ilmu yang wajib dituntut adalah ilmu yang bermanfaat untuk akhirat serta dapat menambah rasa takut kepada Allah Swt,”. Dan ilmu imu pokok itu ialah ilmu Syati’at yang mencakup Ilmu Tauhid, Fiqih dan Tasawuf. Namun tidak berhenti sampai disitu, sebagai sebuah perumpamaan, pohon yang subur tidak akan sempurna jika tidak memiliki dahan, daun dan buah. Maka disamping ilmu-ilmu pokok diatas, diperlukan juga ilmu tambahan seperti astronomi, geografi, fisika, matematika, filsafat, keokteran dan lain sebagainya untuk menyempurnakan ilmu pokok tadi. 

Maka tidak bisa dinafikan bahwa Imam Al-Ghazali pun merupakan pakar dibidang filsafat dan ilmu umum lainnya. Belajar dari hal ini, harusnya umat islam jangan merasa cukup dengan ilmu pokok dan mengesampingkan ilmu umum atau duniawi. Sebab dalam islam, ilmu yang sifatnya duniawi jika digunakan untuk membesarkan islam maka dapat bernilai ukhrawi. Inilah perspektif islam yang menghubungkan sinergi dunia dan akhirat, tidak seperti kalangan sekuler yang memisahkan urusan agama dengan dunianya. 

Kembali pada permasalahan sebelumnya mengenai kata dan implikasinya terhadap peradaban. Diatas sudah diberikan contoh kalimat “Islam Liberal” yang sudah dijelaskan defenisinya masing-masing. Islam adalah agama yang berisi aturan yang termuat didalam Al-Qur’an dan Hadits sebagaimana keterangan para ‘ulama. Hal ini menunjukkan bahwa islam tidak bisa dimaknai sebagai agama yang bebas sebagaimana maksud daripada pengusung nama “Islam Liberal” (Islam yang bebas dari otoritas, bebas dari aturan). 

Jika ditinjau dari sejarah maka orang-orang liberal memiliki strategi yang baik untuk menyebarkan pahamnya. Dimulai dari dunia pendidikan dan intelektual, sosial dan politik, hal ini terbukti dengan diterimanya istilah liberal sebagai sebuah ideology yang diterima sebagian kalangan sebagai sebuah pembaharuan pemikiran islam. 

Tanpa disadari, sikap legowo masyarakat islam telah membuat umat islam benar benar menjadi singa ompong yang tampak kuat tapi tidak bisa berbuat apa-apa ketika diusik. Kenapa ? sebab umat islam telah biasa dan nyaman dengan fasilitas dan manja dengan teknologi Barat. Barat dalam misinya menguasai dunia akan berusaha membuat Negara lain khusus nya islam bergantung pada mereka dalam berbagai bidang. Dan hasil dari sikap legowo umat islam khusus nya Indonesia itulah yang membuat hutang Negara bertumpuk, orang muslim Indonesia bangga jika dekat dengan barat, dan akhirnya bangga dengan ideology Islam Liberal yang dibawa para orientalis. 

Akirnya perlu diwaspadai, kalangan orietalis yang ingin menguasai dunia dan menghancurkan islam akan membuat umat islam manja dan bergantung dengan mereka, sehingga apapun yang dikatakan orientalis akan mudah disetujui meskipun jauh bersebrangan dengan islam, dengan kedok “Pembaharuan Pemikiran Islam”. berawal dari sebuah kata, menyamakan pandangan hidup, dan rusaklah peradaban islam. semoga Allah senantiasa melindungi  Islam dan muslimin... 

Part 1 Klik...

Minggu, 14 Agustus 2016

KATA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERADABAN (Part I)


Saya teringat dengan sebuah ungkapan dari As-Segaf didalam mukhtashar fawaid nya yang mengatakan bahwa “Istilah adalah suatu kata atau lafaz yang digunakan oleh suatu kaum dan memiliki makna tersendiri”. Perkataan ini setidaknya dapat memberikan gambaran bahwa dalam menggunakan suatu istilah atau kata, maka harus ditinjau asal-usulnya agar tidak terjadi perseberangan makna yang akan menyebabkan benturan pemahaman. Hal ini dilakukan untuk menjaga keaslian dari suatu kata sehingga bisa disandingkan ditempat-tempat yang sesuai. 

Sebagai sebuah contoh pendekatan, kata “Islam” maka tidak cukup hanya dimaknai dengan kata “Sejahtera” saja. Sebab Islam jauh lebih luas dari pada sebuah kata sejahtera. Meskipun diartikan sejatera, maka perlu dilihat asal usulnya mengapa Islam di defenisikan sejahtera ? apa aspek-aspek yang mempengaruhinya sehingga disebut sejahtera. Maka untuk menjawab hal ini perlu diteliti, dibalik kesejahteraan tentunya ada unsur kebahagiaan, kemakmuran, keadilan dan etika kemoralan yang baik sehingga setiap orang yang disebut Islam pasti bahagia, adil, berakhlak mulia dan makmur. Sehingga orang Islam yang tidak merasakan hal itu maka dapat dipastikan bahwa ia belum berIslam sepenuhnya, karena kata islam tidak bisa disandingkan dengan keburukan seperti kafir dan lain sebagainya. Dengan demikian sebuah kata harus digunakan sesuai porsinya, sesuai asal-usulnya dan sesuai defenisi asalnya. 

Demikian juga dengan budaya, bahasa atau kata biasanya bersumber dari budaya, ras, agama dan wilaya tertentu, meskipun bisa diterjemahkan ke bahasa lain, maka tidak boleh menghilangkan makna asas nya. Agaknya menjadi logika sederana bila sebuah kata harus disandingkan dengan kata lain yang asal usul nya sama sehingga gabungan dari beberapa kata tersebut akan menghasilkan makna yang saling bersinergi. 

Belakangan ini ada beberapa istilah berseberangan yang masyhur digunakan di berbagai institusi, tulisan dan perbincangan. Yakni penggabungan istilah Islam dan Liberal. Sebgaimana diketahui bahwa islam berasal dari baasa Arab dan Liberal berasal dari bahasa Inggris. Ketika kedua kata ini digabungkan menjadi satu maka akan membentuk kalimat “Islam Liberal” yang makna nya suah barang tentu berseberangan. Islam adalah nama agama yang didalamnya ada peradaban, aturan, dan tatanan yang khusus dan arus dipatuhi. Sedangkan Liberal adalah istilah asing yang didalamnya terdapat ajaran kebebasan, keleluasaan yang jelas-jelas tidak ada hubungan nya dengan Islam, bahkan bertentangan. Maka agaknya perlu difikirkan lagi, ada apa dibalik penggabungan dua kata yang bertentangan ini ? Islam mengajarkan pemeluknya untuk mematuhi aturan yang disebut dengan taqwa. Seangkan Liberal mengajarkan pandangan kebebasan dan ketidak terikatan dengan satu otoritas apapun. Agaknya sudah dapat digambarkan sedikit demi sedikit. 

Siapakah Muhammad Bin Abdul Wahab ?


Oleh : Muhammad Taufiq

Muhammad bin Abdul Wahhab merupakan salah seorang putra dari Syaikh Abdul Wahhab, seorang Ulama bermazhab Hanbali yang menetap dan menjadi hakim di Distrik Uyainah,Nejd. Ibnu Abdil Wahab hidup pada abad ke 12, tepatnya tahun 1143-1206 H. beliau mulai menyampaikan dakwahnya pada tahun 1153, setelah ayahnya meninggal dunia. 

Ibnu abdil Wahhab menurut keterangan dari salah seorang mufti Makkah yang brmazhab Hanbali merupakan pemuda yang malas mempelajari ilmu fikih. Samai sampai ayahnya pernah berkata “Hati-Hatilah, kalian akan melihat keburukan dari muhammad” setela ayahnya meninggal, ia mulai berdakwah menyebarkan faham nya dengan cara mengembalikan segala urusan kepada Alqur’an dan Sunnah serta meninggalkan taklid kepaa siapapun. Hal ini berakibat banyaknya pandangan Muhammad yang berbeda dngan masyarakat sekitar makkah, maka hal ini pula yang sering menjadi perdebatan antara Muhammad dan masyarakat tempatan. 

Syaikh Sulaiman, yang tidak lain merupakan saudara kandung nya sempat menulis sebuah kitab yang menerangkan kesalahan-kesalahan muhammad bin Abdul Wahab, diantaranya ialah : (1) mengklaim mengikut Al-Qur’an dan Sunnah dan berijtihad sendiri. (2).tidak perduli dengan orang lain yang berbeda (3).Tidak mau membandingkan pendapatnya dengan orang lain, (4) mewajibkan orang lain mengikutinya dan siapa yang menentangnya adalah kafir. 

Penyakit depresi yang menyerang Muhammad bin abdul Wahhab menyebabkan ia berfikir bahwa kesyirukan orang jahiliyah lebih baik daripada orang ang hidup pada zamannya karena mengamalkan tawassul, dan berdo’a di kuburan. Pada tahapan berikutnya orang orang yang mengikuti manhaj beliau dikenal dengan istilah Wahhabi. Para ulama yang mengikuti manhaj nya diantaranya ialah Syaikh Al-Albani, Shalih al-‘Usaimin, Fauzan bin Fauzan, dan Abdul Aziz Bin Baaz. 

Orang orang yang mengikuti beliau biasanya akan mengatakan “Mari kembali kepada Alqur’an dan Sunnah” namun dengan pemahaman mereka, bukan dengan pemahaman para ulama. Hal inilah yang menyebabkan banyaknya ijtihad-ijtihad yang menimpang dan berseberangan dengan ijmak para ulama. Wal’iyazubillah. 

Jumat, 12 Agustus 2016

PERADABAN ISLAM, MAKNA DAN SINERGI PEMBANGUNANNYA


Judul Buku : Peradaban Islam, Makna dan Sinergi Pembagunannya
Penulis         : Hamid Fahmy Zarkasyi 
Penerbit       : Centre For Islamic and Occidental Studies (CIOS) UNIDA Gontor
Tahun          : 2015
Tebal Buku : xii+102 Halaman 

Islam, Agama Berperadaban 

1. Makna Peradaban Islam 

Islam merupakan sebuah agama atau dalam istilah arab dikenal dengan kata “diin”. Yang memiliki makna “Keberhutangan, susunan kekuasaan, truktur hukum dan kecenderungan”. Secara istilah dapat pula didefenisikan sebagai sebuah kecenderungan untuk membentuk masyarakat yang menaati ukum dan mencari pemerintah yang adil. (Al-Attas). 

Berdasarkan defenisi diatas agaknya kata “diin” memiliki makna yang saling melengkapi antara satu sama lainnya, yang secara otomatis mecakup satu kesatuan masyarakat yang memiliki kecenderungan, dimana masyarakat tersebut telah memiliki sistem, hukum, dan unsure unsure pelengkap serta rasa keberhutangan yang dibayar dengan ritual-ritual ibadah. 

Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa agama islam atau diinul islam merupakan sebuah agama yang kompleks dan mencakup seluruh aspek kehidupan suatu masyarakat yang pada tahap berikutnya dikenal dengan istilah Peradaban (tamaddun) dan tempat dimana peradaban itu muncul dikenal dengan istilah Madinah yang tidak lain merupakan kota suci kedua setelah Makkah yang menjadi tombak perkembangan dakwah islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. 

Peradaban islam adalah peradaban yang memiliki derajat tinggi, hal ini terbukti dengan fleksiblenya ajaran islam ketika masuk ke Nusantara, sehingga bisa diterima dengan baik oleh masyarakat Indonesia yang notabene masih memeluk agama Hindu yang kuat. Maka sunguh mengherankan ketika dahulu para ulama mengislamkan Nusantara, hari ini malah masyarakat Indonesia yang menusantarakan islam. 

2. Substansi Peradaban Islam 

Ibnu Khaldun menyatakan bahwa tanda wujudnya sebuah peradaban ialah berkembangnya ilmu pengetahuan seperti fisika, kimia, geometri, aritmatik, astronomi, optic, kedokteran dan sebagainya. Bahkan maju mundurnya suatu peradaban diukur dari maju mundurnya tradisi keilmuan. Ilmu pengetahuan tidak akan mungkin bisa berkembang tanpa adanya komunitas yang aktif mengembangkannya. Oleh karena itu peradaban harus dimulai dari komunitas kecil sampai menjadi komunitas besar. Hal ini terbukti dengan madinah, makkah, mesir dan Negara Negara islam yang daulunya kecil menjadi kawasan yang besar dan makmur, seperti kesultanan Abbasiyah dan ‘Usmaniyah yang mengangkang di atas selat Bosporus dengan wilayah kekuasaan di Asia dan Eropa. 
Semua prestasi tersebut bisa tercapai karena peradaban islam memiliki asas yang Absolut. Menjadikan agama sebagai ukuran segala tindakan, menjadikannya sebagai asas peradaban yang menolak kebiadaban. Arnold Toynbee juga mengakui bahwa kekuatan spiritual (Bathiniyah) adalah kekuatan yang memungkinkan seseorang melahirkan atau manifestasi lahiriyah yang kemudian disebut dengan peradaban itu. Jika agama menjadi asas peradaban dan tolak ukur segala tindakan, maka jelaslah bahwa agama islam yang berpegang pada Alqur’an dan Hadits merupakan pandangan hidup atau dikenal dengan istilah Worldview peradaban islam. Maka selama peradaban islam berpegang pada worldview yang benar maka peradaban juga akan semakin maju, demikian pula sebaliknya. 

3. Sumbangan Islam Kepada Barat

Fakta sejarah membuktikan bahwa di Spanyol, orng-orang Kristen tenggelam dalam arus Mozarabic Culture (Terarabkan). Kultur islam yang dominan inilah yang member sumbanan besar bagi lahirnya pandangan hidu baru di Barat. keingintahuan orang-oang barat muncul ketika menyadari bahwa muslim memiliki pandangan hidup yang canggihdan ilmu pengetauan yang kaya dan tak dimiliki belahan dunia lain. 

Spanyol adalah tempat dimana Barat menyerap asirasi dari muslim bagi perkembangan pandangan hidup mereka. Hal ini dapat dibuktikan dengan terecahnya kalangan teologi Kristen menjadi kalangan Averoism dan Avicennian. Jayusi mengkaji dan menemukan bahwa model transformasi kultur islam ke kebudayaan Barat ada lima, yakni : Pertama, cerita-cerita dan sya’ir di transmisikan secara oral oleh orang Barat. kedua, dengan kunjungan turisme pada abad ke 7 M ke Cordoba sebagai ibukota peradaban islam yang menonjol, maka mereka dating untuk belajar peradaban kepada islam. Ketiga, terdapat ubungan dagang dan politik yang resmi melalui utusan yang dikirim kerajaan-kerajaan di Eropa. Keempat, dengan menterjemahkan karya karya ilmiah islam, buktinya di Santa Marie de Rippol terdapat ruangan khusus untuk manuskrip-manuskrip islam yang akan mereka terjemahkan. Kelima, untuk kelancaran proses penerjemahan, raja-raja Eropa mendirikan sekola untuk para penerjemah di Toledo tepat setelah pasukan Kristen merebut kembali kota tersebut pada tahu 1085. Yang tujuannya adalah menggali ilmu dari perpustakaan islam bekas jajahan muslim itu. 

4. Kemunduran Peradaban Islam 

PEradaban adalah sebuah organisme yang sistematik, maka jatu bangunnya suatu peradaban juga sistematik. Artinya, kelemaan salah satu elemen nya apat memicu pengaruh besar kemunduran suatu peradaban. Maka dapat disimpulkan bahwa kemunduran peradaban islam disebabkan oleh factor Internal dan External. Factor eksternal tersebut ialah : 

a. Faktor ekologis dan alami, maksudnya wilayah kekuasaan islam gersang dan semi gersang sehingga penduduk tidak terkonsentrasi menetap pada satu wilayah demi mempertahankan hidup. Hal ini menyebabkan kemiskinan disamping bencana alam dan rentannya masyarakat terhadap serangan dari luar islam.

b. Faktor Eksternal, seperti serangna dari luar, perang salib dan serangan dari mongol yang sulit untuk dikalahkan hingga terjadi penyerangan besar di Samarkan, Bukhara, Khawarizm dilanjutkan ke Persia, Baghdad, Syiria dan Mesir. 

c. Hilangnya perdagangan Islam Internasional dan munculnya kekuatan Barat. 

Sedangkan factor Internal nya ialah kepemimpinan raja-raja yang lemah diikti kuantitas masyarakat yang berkurang, plus tidak diiringi dengan kualitas yang baik. Itulah sebgaian dari pelajaran yang dapat dipetik dari yang disamaikan oleh para sarjanawan muslim tentang kemunuran peradaban islam oleh sebab itu peru perhatian yang mendasar dan upaya yang besar untuk kembali membangkitkan peradaban islam tesebut.

5. Membangun kembali peradaban Islam

Membangun kembali peradaban islam memerlukan beberapa persyaratan yang konseptual, pertama : memahami sejarah jatuh bangunnya peradaban islam dimasa lalu. Kedua : memahami kondisi umat islam pada masa kini dengan mengidentifikasi problematika yang seang dihadapi umat islam masa kini. Ketiga : sebaa prasyarat ketiga ialah memaami kembali konep-konsep kunci dalam islam. 

a. Kondisi umat islam 
Sejatinya, umat islam masih mungkin untuk bangkit menuju kejayaan kembali, ekonomi masih memadai dan memiliki sumber yang kuat. Namun permasalahannya iala tingkat intelektualitas generasi muslim yang semakin lemah sehingga lebih banyak mengadopsi peradaban dari luar islam, yakni Barat. 

b. Identifikasi Masalah Ummat 
Merosotnya prestasi cendikiawan muslim dalam mengembangkan ilmu pengetahuan islam mengakibatkan merosotnya intelektualitas dibidang ekonomi, politik dan budaya. Inilah yang melatarbelakangi para cendikiawan muslim menawarkan solusi untuk kemajuan islam, cendikiawan ini dibagi kepada dua bagian : pertama, cendikiawan yang berusaha memperbaharui bidang social budaya dan politik sebagaiana dilakukan oleh, Jamaluddin al-Afghani, Rasyid Ridha, Sanhuri Pasha, dan al-Maududi. Kedua, kelompok cendikiawan yang menitikberatkan pada bidang pendidikan dan pemaaman ulang ajaran islam. Inilah yang dilakukan oleh Syed Ahmad Khan, Muhammad Iqbal, dan para ulama lainnya. Dan dalam pengembangan intelektual islam mislanya Sultan Mahmud II, Pasha Muhammad Ali diMesir dan lainnya. Dan sisanya cendikiawan yang berkonsentrasi pada bidang ekonomi  seperti Umer Chapra, Kursyid Ahmad dan sebagainya. 

c. Tantangan Pemikiran dan Dampaknya. 
Tantangan besar yang dihadapi oleh umat muslim kala ini ialah tantangan pemikiran yang bersumber dari Barat. Barat merupakan peradaban yang tumbuh dari filsafat Yunani, Romawi, Kristen dan yahudi. Sedangkan islam adala radaan yang bersumber dari wahyu yang memproyeksikan pandangan hidup yang sempurna, difahami, ditafsiri dan dipraktekkan sehingga menghasilkan peradaban yang tentram dan damai. 

Ketertarikan muslim terhadap kemajuan Barat diicu kurangnya kualitas muslim dalam berbagai bidang ilmu, ditambah dengan pandangan hidu yang sudah tidak dipegang erat. Sehingga tertarik dengan barat yang secara umum dapat dibagi menjadi dua, yakni Barat Modern dan Post Modern. Inti dari peradaba Barat ini ialah Sekularisme ang berbuntut pada Liberalisme, Equality, Niilisme dan doktrin lainnya yang jauh bertentangan dengan pondasi ajaran islam ketika peradaban Islam diadopsi oleh Barat, maka Barat menjadi maju, namun tidak sebaliknya, ketika islam mengadopsi pradaban Barat, justru umat islam akan hancur dan naris tidak berperadaban, sehingga terjadi problem dimana-mana termasuk dibidang pokok yakni keilmuan. 

Para pakar peradaban islam memberikan solusi untuk memperbaiki peraaban islam dengan kmbali meningkatkan efektifitas tradisi ilmu pengetauan dengan beberapa cara. 

a. Pendidikan Pesantren 
b. Pendidikan Madrasah
c. Sistem PErguruan Tinggi Islam 
d. Membangkitkan tradisi keilmuan 

Yang kesemuanya dikounter dan dilaksanakan dengan pedoman dan panduan Alqur’an, Sunna, Ijma’ Qiyas sebagaimana yang telah diajarkan Rasulullah, para saabat, serta para ulama dengan tetp mewaspadai dan mengantisipasi masuknya pemikiran Barat yang berbahaya ke dalam dunia Islam. 




PERIODE PERKEMBANGAN MAZHAB IMAM AL-SYAFI'I RAHIMAULLAH


Pada tulisan kali ini akan penulis uraikan secara singkat mengenai sejarah perkembangan mazhab Asy-Syafi’i yakni salah satu diantara empat mazhab dengan pengikut terbanyak di dunia khususnya di Indonesia. Berdasarkan fakta sejarah yang telah tercatat di dalam berbagai literatur, baik literatur berbahasa Indonesia maupun berbahasa asing, dapat diringkaskan periode perkembangan mazhab ini dalam lima periode yang akan diuraikan sebagai berikut : 

1. Periode pertama : Pendirian mazhab

Sebagaimana telah diketahui pada postingan sebelum nya “Mazhab asy-Syafi'i” telah dibahas secara ringkas bagaimana sejarah pendiri mazhab ini, yakni Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i. pada periode pertama ini bermula dengan difatwakan nya mazhab qadim (baca : qaul qadim) dan mazhab jadid (baca : qaul jadid) Imam Syafi’i. satu hal yang perlu diketahui bahwa ketika terdapat pertentangan antara qaul qadim dan qaul jadid Imam Syafi’i, maka menurut keterangan para ulama didahulukan qaul jadid karena selama masih mampu mengamalkan qaul jadid maka belum ada peluang mengamalkan qaul qadim. Periode pertama ini berakhir ketika wafatnya Imam Syafi’i rahimahullah. 

2. Periode kedua : Periwayatan mazhab

Adapun periode kedua yakni periode periwayatan atau penukilan mazhab, pada periode ini yang mengambil peranan penting adalah para murid Imam Syafi’i serta para sahabatnya. Mereka mulai menyebarkan mazhab dengan metode periwayatan dari satu kepada yang lainnya sehingga terbentuk rangkaian sanad yang panjang dan luas. Pada periode ini terdapat sebuah kitab yang terkenal sampai saat ini yaitu kitab “Mukhtashar al-Imam al-Muzani”. 

3. Periode ketiga : perluasan masalah masalah mazhab

Perluasan cabang – cabang masalah yang terdapat di dalam mazhab terjadi pada periode ketiga. Pada periode ini sedikitnya terdapat dua metode perluasan dan pengembangan masalah yakni sebagai berikut : 

a. Metode penduduk Iraq
Adapun pemimpin pada pengembangan metode ini yakni syaikh Abu Hamad al-Isfaraaini diikuti oleh al-Mawardi, Abu Thayib ath-Thabari, Sulaim ar-Razi, dan lain - lain.

b. Metode penduduk khurasan
Pemimpin pada metode ini yaitu al-Qaffal As-Shagier Abu Bakar al-Marwazi diikuti oleh Abu Muhammad al-Juwaini, al-furani, al-Qadhi Husein, Abu ‘Ali as-Sanjiy, al-Mas’udi dan lain - lain.

4. Periode ke empat : Periode pengarangan kitab mazhab

Setelah melalui tiga periode diatas, maka perkembangan mazhab pun memasuki periode ke empat yakni pengarangan kitab mazhab. Dalam hal ini terdapat dua orang syaikhul mazhab yang sangat berperan penting yakni Imam ar-Rafi’i dengan kitabnya Al-Muharrar dan Syarhul Kabiir dan Syarhu ash-Shagier. berikutnya yakni Imam Nawawi dengan kitabnya Minhajut Thalibin, Majmu’ Syarh Muhazzab, Raudhatut Thalibin dan lain - lain sebagai bukti telah tegak nya mazhab Imam Syafi’i yang disertai dengan dalil – dalil yang lengkap dan rajih. 

5. Periode kelima : Penetapan mazhab

Periode terakhir yakni periode istiqrar atau penetapan mazhab. Dalam hal ini sangat berperan penting hasil upaya dua orang ulama mazhab Syafi’i yakni Ibn Hajar al-Haitami dengan kitabnya Tuhfatul Muhtaj bi Syarhil Minhaj, dan Ar-Ramli dengan kitabnya Nihayatul Muhtaj ila Syarhil Minhaj.

Dengan demikian sempurnalah sebahagian pentahqiqan mazhab Imam Syafi’i ketika masa Imam Nawawi dan Imam Rafi’i, yang kemudian di sempurnakan sisanya oleh Ibn Hajar dan ar-Ramli dan seluruh ulama mutaakhirin menggunakan kitab – kitab diatas dalam berfatwa. Sebagai sebuah tambahan, jika suatu masalah telah disepakati oleh Imam Nawawi dan Rafi’i maka pendapat tersebut mu’tamad (menjadi pegangan). Jika keduanya berbeda pendapat, maka didahulukan pendapat Imam Nawawi dan tetap diperbolehkan berfatwa dengan menggunakan salah satu dari keduanya. Dan yang disepakati oleh Imam Ibn Hajar dan ar-Ramli pada permasalahan yang belum dibahas oleh kedua ulama sebelumnya, maka kesepakatan tersebut mu’tamad. Dan jika keduanya berbeda pendapat maka penduduk Hijaz mendahulukan pendapat Imam Ibn Hajar dan penduduk Syam dan Mesir mendahulukan pendapat Imam Ramli.

HIZBUT TAHRIR, BENARKAH SEBUAH PAHAM YANG LURUS ?

Judul Buku : Hizbut Tahrir Dalam Sorotan
Pengarang : Muhammad Idrus Ramli
Penerbit : Bina Aswaja
Tahun : 2013 (Cetakan III)
Tebal : Xii + 146 Halaman

Hizbut tahrir adalah satu aliran yang didirikan oleh seorang tokoh yang mengikuti ideologi mu’tazilah yakni Taqiyuddin An-Nabhani. Penisbatannya terhadap paham Mu’tazilah diketahui dengan sangat jelas dari doktrin dan fatwa – fatwanya yang mengingkari adanya qadha dan qadr Allah. hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Taqiyuddin dalam bukunya Syakhshiyat al – islamiyah yang merupakan rujukan primer hizbut tahrir. 

Semua perbuatan ikhtiyari manusia ini tdak ada kaitannya dengan qadha dan qadr juga tidak ada kaitan dengannya. Karena manusialah yang melakukan dengan kemauan ikhtiarnya. Leh sebab itu perbuaan ikhtiyar manusia tida masuk alam lingkup qadha Allah swt.[1]

Pernyataan diatas dengan jelas memiliki kesan penafian rukun iman yang ke 6 sebagaimana yang diriwayatkan dalam hadits jibril dan hadits hadits lainnya mengenai rukun iman. Golongan ini sering disigkat dengan nama HT atau HTI. Yang selalu berkoar – koar di berbagai media menyuaraan “khilafah islamiyah vesi mereka” disamping itu, golongan sempalan yang jelas - jelas telah keluar dari mainstream umat islam mayoritas ini juga sering membuat selebaran - selebaran menyuarakan pendirian khilafah dan pernyataan bahwa sistem demokrasi yang dianut pemerintaan Indonesia adalah sistem kafir dan syirik. 

Jika diperhatikan lebih lanjut, membalik kembali kepada sejarah khilafah rasyidah yang jelas diridhai Allah, maka akan Nampak nilai nilai demokrasi didalam proses pengangkatan khalifah. Namun agaknya golongan HT ini sangat alergi dengan sejarah dan tetap bersikukuh pada pendiriannya yang rapuh. 

Namun, satu hal yang mengherankan bahwa kader kader HT ini nampaknya dengan gegabah bertindak dan mengadopsi paham yang mereka sendiri mungkin tidak mengetahui sejarahnya, ya saya memaklumi sebab HT anti terhadap sejarah sehingga sejarahnya sendiri pun mereka takut membukanya. 

Padahal, seharusnya kalangan mahasiswa yang merupakan sasaran utama HT bertindak lebih cerdas. Dalam mengikuti suatu paham alangkah baiknya dilihat sejarahnya, manhajnya dan doktrin - doktrin pokok pendirinya. Sehigga dapat menjadi bahan pertimbangan. Bagaimana mungkin mereka menyuarakan khilafah islamiyah namun didalamnya menyimpan doktrin yang jelas - jelas bertentangan dengan mainstream umat islam sendiri. Seperti penafian terhadap adanya azab kubur. Membolehkan berjabat tangan, mencium dan bahkan melihat aurat wanita yang bukan mahram. Sehingga rasanya perlu dikaji ulang, khilafah islam seperti apa yang mereka inginkan sebenarnya ? agaknya pembaca bisa menilai sendiri dan menyatakan dengan tegas kesesatan aliran sempalan ini. 

Buku ini sangat bagus diperpegangi khususnya bagi mahasiswa yang rentan terdoktrin dengan khilafah ala HTI. Dengan harpan agar dapat lebih bijak dan tegas dalam memlih. Disamping itu, buku ini juga baik dipegang oleh para kader HTI, mudah mudahan dengan membaca buku ini, terbuka pintu hidayah agar kader yang terlanjur bergabung dapat kembali ke jalan yang benar. Semoga… !! Wallahu Waliyut Taufiq 

[1] Taqiyuddin an-Nabhani, Syakhshiyat al Islamiyah. Juz 1 hal 71-72

TANTANGAN PERADABAN ISLAM

Oleh : Muhammad Taufiq

Islam sebagai agama Rahmatan lil ‘alamin memiliki keistimewaan yang sangat besar. Islam dibawa oleh Nabi Muhammad Saw sebagai Nabi sekaligus Rasul Allah yang terakhir. Sebagaimana diungkapkan oleh al-Baijuri didalam Tuhfatul Murid menyatakan bahwa Rasulullah diutus dengan membawa dua risalah, yakni Risalah al-Taklif dan Risalah al-Tasyrif. Risalah al-Taklif ialah risalah yang berisi syari’at islam yang didalamnya terhimpun perintah melaksanakan ibadah seperti shalat, puasa, zakat dan haji serta ibadah lainnya baik yang sifatnya mahdhah maupun gairu mahdhah yang berlaku bagi manusia dan jin. Adapun Risalah al-Tasyrif berisi risalah yang berlaku bagi para malaikat yang betujuan memuliakan Nabi Muhammad Saw, 

Dalam rangkaian sejarah, tatkala Rasulullah diutus dengan membawa syari’at islam maka sejak saat itulah Rasulullah mulai menyampaikan dakwah kepada keluarga terdekat. Kendatipun demikian tak heran bila Rasulullah mendapatkan penolakan bahkan hinaan dari paman nya sendiri, apatah lagi dari masyarakat kota makkah yang notabene berkeyakinan dengan berhala sebagai agama nenek moyang mereka. 

Penolakan demi penolakan bertahun-tahun dihadapi Rasulullah dengan tegar dan terus melaksanakan misi dakwah islam. Hingga akhirnya situasi dan kondisi kota makkah kala itu tidak lagi memungkinkan untuk keselamatan umat islam yag masih sedikit, maka Rasulullah memerintahkan untuk pindah ke Yastrib (sekarang Madinah). Sejak itupula islam diterima dengan baik oleh penduduk Yastrib dan berkembang pesat. Maka sejak itupula tombak awal peradaban islam dimulai dan tempat peradaban itu dinamakan Madinah. Tradisi dan peradaban islam kala itu ditandai dengan adanya aktivitas studi islam yang mengkaji Alqur’an dan Hadits dibimbing langsung oleh Rasulullah Saw. Majelis ini kemudian dikenal dengan sebutan al-Shuffah. 

Dari aktivitas inilah kemudian lahir para mujtahid dikalangan sahabat, tabi’in dan tabi’ tabi’in. diantara imam mujtahid yang terkenal ialah al-Imam Abu Hanifah, al-Imam Malik, al-Imam Syafi’I dan al-Imam Hanbali. Para ulama mujtahid ini dengan perjuangan yang tidak mudah menjaga nilai-nilai tradisi islam waisan Rasulullah dan mengembangkan nya menjadi berbagai disiplin ilmu yang bertujuan menjaga kelestarian keilmuwan islam yang merupakan bagian terpenting dari peradaban islam. Maka untuk menjaga kemurnian ajaran tersebut dari para perusak, keilmuwan islam senantiasa dibentengi silsilah sanad yang sampai kepada Rasulullah Saw,. Para ulama dengan bangga dan ikhlas mengajarkan islam dengan menisbatkan nama para imam mujtahid di dibelakang namanya. Inilah bukti bahwa ulama mujtahid bagi para ulama penerusnya merupakan sebuah kebanggaan dan bukti kecintaan yang mendalam. 

Berbeda halnya dengan zaman ini, umat islam terkesan malu dan enggan untuk dekat dengan ulama, bahkan tidak segan-segan mengkritik dan mencaci para ulama, dengan kata-kata “kita harus kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah” seolah para ulama tidak mengajarkan ilmu dengan pedoman al-Qur’an dan sunnah. Hal ini menyebabkan banyaknya kalangan muda yang belum memahami ilmu dasar daam mengkaji Alqur’an dan Sunnah memahami teks-teks Nash dengan pemahaman seadanya dan melarang mengikut ulama dalam memahami Nash. Agaknya ini merupakan tahapan awal dari gerakan besar yang mencoba merusak peradaban islam yang sudah dijaga sejak dahulu. 

Kamis, 11 Agustus 2016

LIBERALISME PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA


Oleh : Muhammad Taufiq

Liberalisme pemikiran islam di Indonesia berangkat dari gagasan dan dorongan menuntut kebebaasan dalam berfikir yang kemudian direalisasikaan dengan tindakan. Secara defenitif, liberal dapat didefenisikan sebagai sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan hak adalah nilai politik yang utama. Abdurrahim juga mendefenisikan Liberalisme sebagai sebuah ideologi yang menjadikan kebebasan sebagai prinsip, target, motivasi dan tujuan pokok dalam kehidupan manusia. Di Barat, liberal artinya bebas dari tuhan, bebas dari gereja, ikatan moral dan bebas dari agama. Dengan demikian dapat difahami bahwa liberalisme merupakan sebuah ideologi yang mengusung kebebasan tanpa batas sebagai akibat dari sekularisme. 

Tidak cukup hanya sampai disitu, para pengusung ideologi liberal juga terus berupaya mendeklarasikan pandangannya ke seluruh dunia, baik melalui jalur pendidikan, ekonomi, politik dan seluruh aspek penting dalam kehidupan masyarakat khususnya di Indonesia. Penyebaran ideologi ini biasanya dilakukan oleh agen-agen yang tidak lain merupakan mahasiswa Indonesia yang diberi Beasiswa untuk belajar islam di Barat. Para mahasiswa ini sepulangnya ke Indonesia dengan membawa misi liberalisasi kemudian membentuk organsasi-organisasi atau LSM seperti Jaringan Islam Liberal (JIL), International center for religious pluralism (ICRP) dan lain sebagainya. 

Semua gerakan liberalisasi berangkat dari kebebasan berendapat, mengkritik dan hal-hal lainnya dengan payung Hak Asasi Manusia dan kebebasan berpendapat. Hal ini senada dengan pasal 28 UUD 1945. Selanjutnya berupaya mendudukkan faham bawa sumber hukum islam yakni Al-Qur’an dan Hadits hanya teks produk budaya yang basi dan tidak lagi sesuai dengan zaman sehingga harus dilakukan revisi ulang. 

Tanpa disadari, para misionaris Barat atau perpanjangan tangannya di Indonesia baik individu maupun LSM sering sekali menggunakan UU Hak Asasi Manusia untuk memasukkan doktrin nya. Upaya liberalisasi ini tidak lain merupakan refleksi dari upaya pemisahan Agama dan segala aspek duniawi, sehingga seseorang bisa bebas berekspresi dan semua tindakan tersebut dipayungi hukum. Pertanyaan nya, ada apa dengan Indonesiaku ?

Rabu, 03 Agustus 2016

HERMENEUTIKA DAN TEKS-TEKS KEAGAMAAN



Secara bahasa hermeneutika merupakan sebuah kalimat yang diambil dari kata kerja dalam bahasa yunani hermeneuien yang berarti, “menafsirkan, memberi pemahaman, atau menerjemahkan.” Adapun secara istilah hermeneutika seperti yang dikatakan Mulyono merupakan tindakan memahami pesan yang disampaikan Tuhan dalam kitab suci-Nya secara rasional. Dalam tradisi ilmiah hermeneutika “hampir” bisa disamakan dengan istilah takwil terhadap ayat-ayat mutasyabihat. 

Jika dilihat dari sisi bahasa memang terdapat makna parallel antara hermeneutika, ta’wil dan tafsir, yakni sama-sama sebuah metode untuk memahami suatu teks. Boleh juga dijadikan perbandingan, pernyataan-pernyatan Ulil Abshar yang selalu mencoba menyamaratakan perspektif dan kedudukan hermeneutika dengan metode takwil dan tafsir yang terus dilakukan tanpa henti-hentinya. Jika dikembalikan kepada sejarah hermeneutika dan Barat, maka Barat sendiri dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian : (1) Barat pra postmodern yang menggunakan filsafat serta perangkatnya untuk menemukan kebenaran mutlak, yang kemudian diambil andil ole para ulama, dan (2) Barat Postmodern yang dipelopori oleh nietszche yang telah membunuh tuhan tirani dari kehidupan manusia barat, dan secara otomatis telah membunuh kebenaran mutlak, hingga yang tersisa adalah kebearan relative.

Dari statement diatas ditemukan kesenjangan dan penyimpangan yang sangat menonjol dari tindakan Ulil tersebut, sebab dalam prakteknya, tafsir dan takwil terhadap ayat mutasyabihat selalu berpegang pada konsep yang terdapat dalam ayat muhkamat, atau berpedoman pada konsep dan nilai-nilai Syari’at dan Aqidah serta kebenaran yang mutlak. Sedangkan hermeneutika ternyata diam-diam mencoba mengaburkan interpretasi tersebut dengan berpegang pada logika berbenteng kebenaran yang relative. Artinya, mereka mencoba menafsirkan ayat-ayat keagamaan tanpa peran dari sang pemilik agama. 

Akibatnya terjadi kesenjangan antara makna sebuah teks (baca: Al-Qur’an dan Hadits) yang difahami melalui metode takwil dan tafsir dengan makna teks yang difahami dengan kacamata hermeneutika. Mengapa demikian ? sudah barang tentu disebabkan sebuah keyakinan bahwa tafsir dan takwil merupakan produk ijtihad para ulama yang juga merupakan manusia, tentu bisa saja salah sebab kebenaran itu relative. 

Akibat dari faham hermeneutika ini, maka hilanglah pengkultusan terhadap agama, Nabi bahkan Al-Qur’an sendiri sebab semua yang diajarkan adalah relative dan boleh saja diujjat terlebih disalahkan. Inilah yang dikehendaki oleh para aktivis liberalisme dengan berbagai produknya, yakni membebaskan manusia dari agama, yang dianggap selalu mengekang dan memenjarakan pengetauan manusia dengan terlau memaksakan untuk memikirkan sesuatu yang sudah menjadi ranah keyakinan. Al-hasil, terjadilah penyimpangan dalam memahami Al-Qur’an, Hadits dan segala hal yang berbau keyakinan. Inilah sebuah alasan mengapa hermeneutika selalu ditolak sebagai metode memahami teks-teks agama Islam, sebab meskipun secara bahasa memiliki makna hampir serupa dengan tafsir, namun dalam interpretasinya memiliki worldview yang jauh berbeda. Lalu mengapa kaum liberalis terlalu percaya diri menyatakan bahwa yang mereka dakwakan merupakan kebenaran? Bukankah kebenaran suah tidak tersisa dalam benak mereka ?